Urgensi Penelitian Di Masa Krisis Iklim Dan Energi Terbarukan Demi Membuka Jalan Menuju Masa Depan Hijau
Oleh: Mochammad Yosi Pratikno
Dalam beberapa dekade terakhir, dunia menghadapi titik balik kritis dalam menjaga keseimbangan alam dan keberlanjutan hidup manusia. Perubahan iklim bukan lagi ancaman yang jauh, melainkan realitas yang semakin nyata. Suhu global terus meningkat, ekosistem terancam, dan frekuensi bencana alam terus meningkat. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan bahwa sejak era praindustri, suhu bumi telah naik 1,1°C yang mana memperbesar risiko krisis iklim yang lebih parah, jika tidak ditangani segera. Dampaknya tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga pada kesejahteraan manusia, dari ketersediaan pangan hingga kesehatan. Oleh karena itu, penelitian dalam masa krisis iklim dan energi terbarukan menjadi sangat penting untuk menemukan solusi yang berdampak secara lokal dan global.
Dalam menghadapi tantangan global ini, energi terbarukan muncul sebagai salah satu solusi paling menjanjikan. Namun, pengembangan energi hijau ini menghadapi tantangan besar, seperti teknologi penyimpanan energi dan infrastruktur. International Renewable Energy Agency (IRENA) melaporkan bahwa pada tahun 2020, sekitar 11,5 juta pekerjaan tercipta di sektor energi terbarukan, menunjukkan besarnya potensi sektor ini dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Namun, transisi global ke energi bersih masih belum cukup cepat, sehingga investasi dalam penelitian dan teknologi inovatif sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses ini.
Penelitian mengenai Krisis Iklim
Penelitian mengenai krisis iklim semakin relevan dalam memahami pola perubahan cuaca ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan dampak sosial-ekonomi dari fenomena ini. Para ilmuwan iklim memperingatkan bahwa jika emisi gas rumah kaca tidak segera dikendalikan, bumi akan melampaui ambang batas pemanasan global 1,5°C dalam dua dekade mendatang. Penelitian perlu terus diarahkan untuk memahami interaksi kompleks antara aktivitas manusia dan sistem iklim global, serta dampaknya terhadap ekonomi dan kesehatan. Adaptasi dan mitigasi berbasis ilmiah, seperti teknologi penangkapan karbon dan restorasi ekosistem, juga harus dieksplorasi lebih lanjut untuk mengurangi CO₂ di atmosfer.

Sumber foto: solarprimerenewable.com
Energi Terbarukan sebagai Solusi
Sektor energi merupakan sumber tunggal terbesar emisi gas rumah kaca antropogenik yang menyumbang sekitar 73% dari total emisi global dengan pembakaran bahan bakar fosil sebagai pendorong utama perubahan iklim (Bashir, 2024). Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil ini tidak hanya memperburuk perubahan iklim, tetapi juga menjadi ancaman bagi tujuan pembangunan berkelanjutan sehingga diperlukan pergeseran yang mendesak ke arah solusi energi terbarukan. Ketergantungan historis sektor energi terhadap bahan bakar fosil telah menciptakan permasalahan kompleks yang membutuhkan pendekatan multisektor untuk transisi energi. Sektor transportasi misalnya, bertanggung jawab atas sekitar 23% dari total emisi gas rumah kaca sehingga diperlukan adanya alternatif yang lebih bersih di bidang ini (Alamri & Garniwa, 2022).
Sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, air, dan biomassa merupakan alternatif yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan. Integrasi energi terbarukan ke dalam bauran energi dapat menghasilkan pengurangan emisi karbon dioksida secara substansial. Sebagaimana dibuktikan oleh studi yang menunjukkan bahwa transisi ke energi terbarukan dapat mengurangi emisi dari sektor energi hingga 70% pada tahun 2050 mendatang (Bashir, 2024).
Namun, transisi menuju energi terbarukan tak semudah yang dikatakan. Isu-isu terkait efisiensi teknologi, penyimpanan energi, dan distribusi harus diatasi untuk memastikan pasokan energi bersih yang dapat diandalkan dan berkelanjutan. Yang dkk. membahas pentingnya teknologi baterai canggih untuk penyimpanan energi, yang sangat penting untuk mengelola sifat intermiten dari sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin (Yang dkk., 2011). Selain itu, integrasi energi terbarukan dalam skala besar membutuhkan investasi infrastruktur yang signifikan dan kebijakan yang adaptif untuk memfasilitasi transisi ini (Zaharia dkk., 2019). Kurangnya instrumen keuangan yang disesuaikan dengan investasi skala kecil dapat menghambat kemajuan, seperti yang dicatat oleh Zaharia dkk., yang menekankan pentingnya kebijakan pemerintah yang mendukung dalam mempromosikan adopsi energi terbarukan (Zaharia dkk., 2019).
Tantangan Global dalam Penelitian dan Kebijakan
Salah satu tantangan terbesar adalah menghubungkan hasil penelitian dengan kebijakan dan implementasi. Pengambil kebijakan sering kali lambat merespons temuan penelitian yang relevan sehingga memperlambat aksi nyata terhadap krisis yang ada. Hal ini dapat terjadi oleh beberapa faktor, seperti proses birokrasi dan regulasi yang kompleks sehingga memperlambat penerapan hasil penelitian dalam kebijakan nyata. Kolaborasi antara ilmuwan, pemerintah, dan sektor swasta diperlukan untuk mempercepat penerapan solusi. Meski kesepakatan global seperti Paris Agreement telah ada, tindakan konkret masih jauh dari cukup. Oleh karena itu, penelitian multidisiplin yang mengintegrasikan berbagai ilmu terapan menjadi sangat penting untuk menciptakan strategi yang efektif dalam mengatasi krisis ini secara menyeluruh. Jika substansi ini terealisasi, kolaborasi multidisiplin dapat meningkatkan keberlanjutan dan inovasi, yang berdampak pada perbaikan kebijakan dan solusi jangka panjang untuk tantangan global (Fisip Unpatti, 2023).
Urgensi penelitian di masa krisis iklim dan energi terbarukan tidak bisa lagi diabaikan. Dunia berada di persimpangan kritis, di mana kebijakan dan keputusan yang dibuat hari ini akan menentukan masa depan generasi mendatang. Dengan mengintegrasikan sains, teknologi, dan kebijakan yang tepat, ada peluang untuk memperlambat laju kerusakan lingkungan dan memastikan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi generasi mendatang. Masih ada kesempatan untuk memitigasi dampak terburuk dari krisis lingkungan dan iklim. Salah satunya melalui kolaborasi lintas sektor, seperti akademisi, pemerintah, dan sektor swasta dengan mengembangkan solusi yang tidak hanya teoritis tetapi juga aplikatif. Di sinilah peran kita sebagai pemuda inisiator perubahan melalui pemikiran kritis, penelitian berkelanjutan, serta menciptakan transisi energi dan teknologi hijau yang tepat guna. (ed. Diki Angger)
Daftar Pustaka
Alamri, H. and Garniwa, I. (2022). Utility factor analysis and cost ownership of the plug-in hybrid electric vehicle (mitsubishi outlander phev). Citizen Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia, 2(3), 511-520. https://doi.org/10.53866/jimi.v2i3.137.
Bashir, F. (2024). The role of renewable energy in mitigating climate change. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.4833338.
D, B., J, B., & S, K. (2018). Study on charging method selection according to public-sector electric vehicle operating environment. https://doi.org/10.20944/preprints201806.0348.v1.
Fisip Unpatti. (2023, April 14). Kuliah Umum: Riset Multidisiplin Tantangan dan Manfaat. Fisip Unpatti. https://fisip.unpatti.ac.id/berita/kuliah-umum-riset-multi-disiplin-tantangan-dan-manfaat/.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2021). Climate Change 2021: The Physical Science Basis. https://www.ipcc.ch.
IRENA. (2020). Renewable Energy and Jobs: Annual Review 2020. International Renewable Energy Agency.
United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). (2015). Paris Agreement. https://unfccc.int.
Yang, Z., Zhang, J., Kintner-Meyer, M., Lu, X., Choi, D., Lemmon, J., … & Li, J. (2011). Electrochemical energy storage for green grid. Chemical Reviews, 111(5), 3577-3613. https://doi.org/10.1021/cr100290v.
Zaharia, A., Diaconeasa, M., Brad, L., Lădaru, G., & Ioanăş, C. (2019). Factors influencing energy consumption in the context of sustainable development. Sustainability, 11(15), 4147. https://doi.org/10.3390/su11154147.