Blog Details

Featured blog image
SUAR

DAMPAK EKOLOGIS DAN EKONOMI DARI PENEMUAN CS-137 PADA KOMODITAS UDANG INDONESIA

Author

Laurent Mercy Pankito

Indonesia Produsen Udang Vannamei Unggulan Dunia

Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen utama udang vannamei (Litopenaeus vannamei) di dunia. Komoditas unggulan ini banyak dibudidayakan di wilayah Pulau Jawa dan Lampung, lalu diekspor dalam bentuk beku ke berbagai negara, terutama Amerika Serikat.

Sebagai produk ekspor andalan, kualitas dan reputasi udang vannamei Indonesia menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan pasar global serta kestabilan harga di tingkat petambak dan industri pengolahan. Namun, pada pertengahan tahun 2025, muncul kabar yang sempat mengguncang industri ini; temuan kontaminasi radioaktif Cesium-137 (Cs-137) pada salah satu produk udang Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat.

Temuan Isotop Cs-137 pada Udang Indonesia

Pada Agustus 2025, U.S. Food and Drug Administration (FDA) melaporkan adanya deteksi isotop radioaktif Cesium-137 (Cs-137) pada sampel udang beku asal Indonesia, yang diproduksi oleh PT Bahari Makmur Sejati (BMS Foods).

Hasil pengujian menunjukkan kadar Cs-137 sekitar 68 Bq/kg ±8, jauh di bawah batas intervensi FDA yang mencapai 1200 Bq/kg. Meski kadarnya rendah dan tidak menimbulkan risiko kesehatan langsung, keberadaan isotop ini dalam produk pangan laut dinilai tidak lazim. Karena itu, otoritas Amerika Serikat mengambil langkah pencegahan dengan menahan distribusi produk tersebut di pasar.

Investigasi lanjutan di Indonesia menemukan bahwa sumber kontaminasi berasal dari pabrik baja dan pengolahan skrap logam di kawasan industri Banten. Pabrik tersebut diduga menggunakan bahan skrap impor yang mengandung Cs-137, dan secara tidak sengaja mencemari lingkungan sekitar, termasuk fasilitas pengolahan udang yang berdekatan.

Dampak pada Ekspor: Recall dan Pengiriman Balik

Temuan ini menimbulkan reaksi cepat dari pemerintah Amerika Serikat. FDA menyatakan bahwa produk dari BMS Foods diproses di bawah kondisi yang “tidak higienis” karena berpotensi terpapar Cs-137. Akibatnya, produk dari perusahaan tersebut tidak diizinkan masuk ke pasar Amerika Serikat.

Selain itu, FDA menambahkan BMS Foods ke dalam daftar “Import Alert #99-51” untuk kasus kontaminasi kimia atau radionuklida. Artinya, semua pengiriman dari perusahaan ini akan ditahan sampai terbukti aman.

Sebagai tindak lanjut, pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat menyepakati kebijakan baru: setiap pengiriman udang dari wilayah Jawa dan Lampung harus disertai sertifikat bebas Cs-137 yang diterbitkan oleh otoritas Indonesia.

Kebijakan ini berdampak besar. Sejumlah pengiriman udang beku Indonesia yang sudah menuju pasar ekspor akhirnya ditahan atau dikembalikan (recall). Proses pemeriksaan tambahan membuat pengiriman tertunda, sehingga stok menumpuk di gudang dan biaya operasional meningkat.

Harga Anjlok dan Penurunan Penyerapan Industri

Kasus kontaminasi ini memberi efek domino terhadap rantai pasok udang vannamei nasional. Berdasarkan laporan Asosiasi Pengusaha Udang Indonesia, terjadi penurunan penyerapan industri pengolahan sebesar 30–35% setelah pengumuman kontaminasi Cs-137.

Penurunan tersebut disebabkan oleh merosotnya kepercayaan pasar ekspor, meningkatnya beban administrasi akibat sertifikasi tambahan, serta pembatasan pengiriman dari beberapa wilayah produksi.

Akibatnya, harga udang di tingkat petambak ikut turun. Banyak pelaku usaha harus menampung stok lebih lama atau menjual ke pasar domestik dengan harga lebih rendah, sehingga margin keuntungan menyempit dan arus produksi terganggu.

Apa Itu Cs-137 dan Apakah Berbahaya?

Cesium-137 adalah isotop radioaktif hasil dari proses fisi nuklir biasanya berasal dari aktivitas reaktor nuklir, senjata nuklir, atau limbah industri logam. Isotop ini memiliki waktu paruh sekitar 30 tahun, artinya dapat bertahan lama di lingkungan.

Meski kadar Cs-137 pada udang Indonesia hanya sekitar 68 Bq/kg, jauh di bawah ambang batas aman FDA (1200 Bq/kg), keberadaannya tetap menimbulkan kekhawatiran. FDA menegaskan bahwa dalam jangka pendek tidak ada risiko kesehatan serius. Namun, jika terjadi paparan jangka panjang dan berulang, akumulasi radiasi bisa meningkatkan risiko penyakit seperti kanker.

Fakta bahwa isotop ini muncul dalam produk pangan laut membuat banyak pihak waspada dan menilai perlu adanya pengawasan ketat terhadap sumber kontaminasi industri.

Langkah Pemerintah Indonesia dalam Menangani Kasus Ini

Pemerintah Indonesia bergerak cepat melalui Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sebuah tim gabungan atau task force dibentuk untuk menelusuri sumber kontaminasi dan memastikan keamanan ekspor udang Indonesia.

Hasil penyelidikan mengonfirmasi bahwa Cs-137 berasal dari pabrik baja yang menggunakan bahan skrap impor. Beberapa langkah penting kemudian diambil, antara lain:

  1. Pembersihan kawasan industri dan fasilitas pengolahan yang terindikasi terpapar Cs-137.
  2. Penerapan sertifikat “bebas Cs-137” untuk setiap pengiriman udang ekspor, terutama dari Jawa dan Lampung.
  3. Peningkatan monitoring radionuklida di fasilitas pengolahan hasil perikanan ekspor.

Langkah-langkah ini dilakukan untuk memulihkan kepercayaan negara importir dan memastikan bahwa udang Indonesia aman dikonsumsi.

Harapan dan Tantangan ke Depan

Kasus Cs-137 ini menjadi pelajaran penting bagi industri perikanan Indonesia. Kejadian tersebut menunjukkan bahwa keamanan pangan ekspor tidak hanya bergantung pada proses budidaya, tetapi juga pada kondisi lingkungan industri sekitar.

Ke depan, pengawasan lintas sektor perlu diperkuat — terutama terhadap industri yang berpotensi menghasilkan limbah radioaktif. Di sisi lain, eksportir perlu lebih aktif memastikan kebersihan rantai produksi, mulai dari tambak hingga fasilitas pengemasan.

Walaupun kadar Cs-137 yang terdeteksi rendah dan tidak membahayakan kesehatan secara langsung, dampaknya terhadap kepercayaan pasar dan ekonomi nasional sangat signifikan. Pemerintah dan pelaku industri kini bekerja keras agar reputasi udang vannamei Indonesia dapat segera pulih dan kembali berjaya di pasar global.

Kasus kontaminasi Cs-137 pada udang vannamei ekspor Indonesia meskipun kadar yang terdeteksi rendah dan tidak menimbulkan bahaya akut telah memicu dampak besar: recall/pengiriman balik produk ekspor, penurunan penyerapan industri hingga 30-35%, dan tekanan pada harga serta reputasi ekspor. Pemerintah dan industri Indonesia tengah berupaya memperbaiki sistem, memperkuat pengujian, serta menerapkan sertifikasi ekspor agar kepercayaan pasar pulih. Namun tantangan tetap besar: menjaga kualitas dan keamanan produk sambil menghadapi konsekuensi ekonomi jangka pendek dan konsep biaya tambahan dalam rantai produksi.

Bagi pembudidaya, pengolah, dan eksportir udang, ini adalah momen penting untuk memperketat aspek mutu dan keamanan, memperkuat sistem monitoring, serta mendiversifikasi pasar agar risiko terpaku pada satu pasar tidak terlalu besar.

Daftar Pustaka

Harmatrio, J. (2025). ANALISIS KEGAGALAN KEBIJAKAN LINGKUNGAN INDONESIA: REFLEKSI KRITIS ATAS INSIDEN UDANG TERKONTAMINASI BAHAN RADIOAKTIF DI CIKANDE TAHUN 2025. Integrative Perspectives of Social and Science Journal, 2(06 November), 8527-8532.