Kelompok Paghet Seghagah di Pesisir Kabupaten Bengkalis, Menjaga Alam dari Abrasi
Kabupaten Bengkalis yang terletak di provinsi Riau dikenal dengan kekayaan alam pesisir dan kebudayaan Melayu yang menjadi ciri khasnya. Kabupaten Bengkalis memiliki wilayah sekitar 8.628,06 km2. Namun di balik keindahan itu, Terdapat ancaman yang nyata berupa abrasi pantai yang semakin parah kerusakan lingkungan. Hal tersebut disebabkan pasang surut air laut. Menurut publikasi klimatologi daerah, laju abrasi di Pulau Bengkalis mencapai rata-rata 59 ha/tahun, dengan bagian barat pantai utara mengalami abrasi paling parah, seperti pantai di Desa Jangkang, Deluk, Selat Baru, Teluk Papal, Bantan Air, Bantan Sari, Bantan Timur, Muntai Barat, Muntai dan Prapat Tunggal. Dampak sosial dari abrasi telah menghancurkan pemukiman dan lahan perkebunan masyarakat di pulau Bengkalis. Di tengah tantangan tersebut, ada sebuah kelompok masyarakat bernama Paghet Seghagah Kelapapati yang berkomitmen untuk menjaga dan memulihkan ekosistem pesisir melalui aksi nyata berbasis kearifan lokal seperti melakukan pembibitan mangrove. Namun, sayangnya, upaya tersebut belum cukup untuk menanggulangi abrasi secara optimal. Oleh karena itu, diperlukan strategi dan rencana yang lebih komprehensif untuk menanggulangi abrasi, seperti pembangunan breakwater dalam jumlah yang banyak dan juga teknik penanaman mangrove yang lebih efektif.
Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang menjadi tempat bersatunya alam dan lingkungan. Hutan sendiri membawa banyak manfaat bagi umat manusia, khususnya masyarakat sekitar sehingga perlu dijaga kelestariannya. Berdasarkan data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, populasi hutan di Indonesia mencapai 95,6 juta hektar atau 50,9% dari total daratan, di mana 92,5% dari total luas hutan atau 8,4 juta hektar berada dalam kawasan hutan. Ada berbagai macam jenis hutan di Indonesia, seperti hutan bakau, hutan mangrove, hutan lumut, hutan rawa, hutan sabana, hutan stepa, hutan musim, hutan hujan tropis dan hutan gugur (Afriyani, 2018). Kabupaten Bengkalis atau yang dikenal sebagai Negeri Junjungan ini pun menjadi salah satu anggota populasi hutan mangrove di Indonesia karena keberadaannya di kawasan pesisir pantai dan pinggiran sungai (Leo, 2008). Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bengkalis tahun 2021, luas lahan hutan mangrove mencapai 41.718 hektar yang tumbuh tersebar di pesisir pantai maupun pinggiran sungai. (Hery Purnobasuki, 2005)

Kawasan hutan mangrove ini memberikan dampak penting bagi kelangsungan ekosistem, salah satu fungsi ekologis ekosistem mangrove yang paling penting dalam bidang perikanan adalah sebagai penyedia unsur hara bagi ekosistem perairan pesisir dan sekitarnya (Sundawati L, 2016).
Pentingnya eksistensi hutan mangrove di wilayah Kabupaten Bengkalis sebenarnya sudah lama menjadi perhatian pemerintah. Misalnya saja, Presiden Republik Indonesia ke 7, Joko Widodo pernah melakukan kunjungan kerja ke Desa Muntai Barat untuk melakukan penanaman mangrove bersama masyarakat di Pantai Wisata Raja Kecik itu pada tahun 2021. Presiden mengharapkan rehabilitasi mangrove ini akan dapat meningkatkan pengendalian abrasi, mendukung ekowisata, serta mendukung perekonomian masyarakat sekitar.
Strategi Kelompok Paghet Seghagah dalam Konservasi Mangrove

Nama kelompok Paghet Seghagah berasal dari sebutan masyarakat tempo dulu. Konon, wilayah ini dinamai demikian karena sering terdengar suara orang nyegah atau berteriak di sekitar kawasan tersebut, sehingga nama itu melekat hingga kini dan kemudian menjadi sebagai nama kelompok untuk pelestarian mangrove.
Kelompok Paghet Seghagah dibentuk oleh masyarakat dan pemuda lokal yang menyadari pentingnya menjaga hutan mangrove dalam upaya melindungi garis pantai dari ancaman abrasi. Kesadaran itu tumbuh dari pengalaman langsung melihat garis pantai yang terkikis ombak, sehingga mendorong warga untuk bergerak dan membangun gerakan pelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal ini.
Dengan semangat dan tekad yang kuat, kelompok tersebut melakukan berbagai kegiatan seperti penanaman mangrove bersama mahasiswa pencinta alam (Mapala Laksamana, Mapala Bestari), komunitas akademik seperti Politeknik Negeri Bengkalis dan IAIN Datuk Laksamana Bengkalis, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal dan internasional. Tidak hanya fokus pada penanaman, Paghet Seghagah juga menjadi ruang belajar lingkungan, sekaligus menjadi pusat riset lapangan bagi mahasiswa dan peneliti dari berbagai lembaga, bahkan hingga ke dunia internasional. Selain itu, Paghet Seghagah juga aktif memberikan edukasi kepada generasi muda, misalnya melalui kegiatan sekolah, sosialisasi, dan program-program yang bernilai cinta lingkungan yang dapat diwariskan sejak dini.

Perjuangan kelompok Paghet Seghagah di pesisir Bengkalis merupakan tanda harapan bagi keberlanjutan lingkungan di tengah ancaman abrasi. Melalui tekad dan semangat kebersamaan, kelompok ini membuktikan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam melestarikan bumi. Menanam mangrove dan menjaga keseimbangan alam bukan hanya tindakan yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya, tetapi juga warisan untuk generasi mendatang. Dengan terus menguatkan kolaborasi dan kesadaran lingkungan yang berkelanjutan, Bengkalis dapat bangkit dari ancaman yang terjadi dan menjadi contoh daerah pesisir yang tangguh dalam menghadapi perubahan iklim.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis. (2024). Statistik Daerah Kabupaten Bengkalis 2024. Volume 15. Katalog 1101002.1408; ISSN 2355-858X. Bengkalis: BPS Kabupaten Bengkalis.
Hermanto, W., & As’ari, H. (2023). Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove di Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis. NeoRespublica: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 4(2), 317-328.
Sari, I. P., Yoza, D., & Sribudiani, E. (2015). Analisis Kelayakan Ekosistem Mangrove Sebagai Objek Ekowisata di Desa Teluk Pambang Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis (Doctoral dissertation, Riau University).
Nurrachmi, I., Amin, B., & Ghalib, M. (2019). Kesadaran lingkungan dan pendidikan mangrove kepada pelajar dan masyarakat di Desa Sepahat, Kecamatan Bandar Laksamana Kabupaten Bengkalis. Journal of Rural and Urban Community Empowerment, 1(1), 29-34.
Syahrial, S., Hatta, M., Larasati, C. E., Ruzanna, A., Muzafri, A., Hasidu, L. O. A. F., ... & Zibar, Z. (2023). Analisis multivariat pada struktur komunitas mangrove di Kecamatan Rupat Utara Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Jurnal Kelautan Tropis, 26(2), 223-237.
Hidayah, W., Hamidy, R., & Warningsih, T. (2020). Nilai Ekonomi Serapan CO2 Ekosistem Mangrove di Desa Kelapa Pati Kabupaten Bengkalis. Jurnal Ilmu Lingkungan, 14(1), 87-95.