Blog Details

Featured blog image
After Class Report

Pentingnya Menulis sebagai Fondasi Kepemimpinan Hijau

Author

Zahrah

Minggu, 7 September 2025 Apa kalian tahu kesamaan antara Soekarno yang berjuang lewat tulisan, Pramoedya yang meninggalkan warisan abadi, dan seorang pemimpin muda yang ingin menyelamatkan lingkungan? Jawabannya ada pada satu keterampilan sederhana namun fundamental, yakni menulis. Berbicara tentang kepenulisan, kelas intensif GLI Batch 5 kembali hadir dengan berbagai materi dagingnya, dengan mengusung tema "Keterampilan Dasar Seorang Leader Seri II" dimoderatori oleh Mohammad dan Ossa Yuniar sebagai MC. Menulis, keterampilan yang sering dipandang sebagai aktivitas sederhana, ternyata memiliki peran fundamental dalam
kepemimpinan, terutama dalam konteks perjuangan lingkungan dan keadilan sosial.


Sesi dimulai dengan kuis singkat yang dipimpin oleh Pak Chalid, yang segera mengarahkan diskusi ke inti masalah: mengapa menulis begitu krusial bagi seorang pemimpin hijau. Para leader ikut berbagi perspektif mereka. Mereka sepakat bahwa menulis adalah sarana ekspresi, cara menyederhanakan pemikiran yang kompleks, dan alat untuk memengaruhi generasi mendatang. Salah seorang peserta bahkan mengutip Pramoedya Ananta Toer, menegaskan bahwa menulis adalah cara untuk menciptakan warisan pribadi dan sejarah yang abadi.

Dalam sambutannya, Pak Chalid menegaskan kembali bahwa menulis adalah fondasi esensial yang harus dimiliki seorang pemimpin. Baginya, menulis membantu mengorganisir ide, visi, dan strategi, memastikan adanya keselarasan antara pikiran, ucapan, dan tindakan. "Dengan menulis, pemimpin dapat menyampaikan gagasan secara runut, logis, dan selaras sehingga menghindari multi tafsir," ujarnya. Lebih jauh, Pak Chalid melihat menulis sebagai arah perubahan sosial-ekologis. Di tengah minimnya literatur mengenai keadilan ekologis, tulisan para pemimpin hijau diharapkan dapat memperkaya wawasan dan mendorong arah pembangunan yang lebih adil dan berkelanjutan.


Sesi dilanjutkan dengan paparan materi dari Pak Ahmad Arif, yang lebih fokus pada peran menulis bagi generasi muda. Ia menggarisbawahi pentingnya menulis sebagai keterampilan dasar dan juga sebagai sarana perjuangan. Menurutnya, anak muda adalah pihak yang paling terdampak oleh krisis global seperti perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, menulis menjadi medium penting untuk menyuarakan gagasan, sikap, dan aspirasi mereka. "Menulis bukan hanya sebatas aktivitas, melainkan juga bagian dari upaya memperjuangkan masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan," tegasnya. Pak Ahmad meyakini bahwa tulisan memiliki kekuatan yang jauh lebih luas daripada ucapan lisan. Tulisan yang baik mampu membangun kesadaran, menggerakkan tindakan, dan melampaui batas waktu. Ia mencontohkan tokoh-tokoh besar bangsa seperti Soekarno, Hatta, Tan Malaka, dan Kartini yang menjadikan tulisan sebagai senjata utama perjuangan

Dalam ranah teknis, Pak Ahmad membagi penulisan nonfiksi ke dalam beberapa bentuk:

  • Straight News: Menyampaikan fakta apa adanya dengan prinsip 5W+1H (Who, What, When, Where, Why, How).
  • Deep News: Memperkaya fakta dengan analisis, latar belakang, dan data pendukung.
  • Precision Journalism: Penulisan berbasis riset, survei, atau investigasi mendalam.

Selain itu, ia juga memperkenalkan jurnalisme naratif, sebuah pendekatan yang menggabungkan fakta dengan gaya sastra. Tujuannya adalah membuat tulisan mengalir seperti cerita dan menyentuh emosi pembaca. Pak Ahmad menekankan bahwa narasi yang ideal harus memuat elemen-elemen penting seperti tokoh, konteks, bukti, dampak, konflik, dan aksi.

Untuk menghasilkan tulisan yang efektif, Pak Ahmad memberikan beberapa tips praktis. Ia menekankan prinsip “show, don’t tell” untuk menggambarkan realitas melalui detail, bukan sekadar melabeli. Penggunaan bahasa yang sederhana, kalimat aktif, serta pembuatan judul dan lead yang kuat juga sangat penting. Ia menyarankan agar kalimat tidak lebih dari 15 kata dan paragraf maksimal tiga kalimat, menerapkan prinsip "less is more" (ringkas, padat, bermakna).

Di akhir sesi, Pak Ahmad mengingatkan bahwa menulis adalah "kerja keabadian". Dengan konsistensi, menulis tidak hanya melatih cara berpikir kritis dan memperkuat kapasitas kepemimpinan, tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi perjuangan sosial-ekologis. Kelas ini menjadi pengingat yang kuat bahwa menulis jauh lebih dari sekedar susunan kata. Bagi seorang pemimpin, menulis adalah alat yang ampuh untuk mengorganisir pemikiran, menginspirasi perubahan, dan meninggalkan warisan yang abadi bagi generasi mendatang.