System Politik di Indonesia dan Lembaga Politik di Indonesia
Ditulis oleh M. Alif Akbar | 2025-12-13
Kata “Politik” berasal dari bahasa Yunani “Polis” yang artinnya negara-kota, Dalam negara kota pada zaman Yunani, orang saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai kesejahteraan (kebaikan, menurut Aristoteles) dalam hidupnya. Ketika manusia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, berusaha meraih kesejahteraan pribadi melalui sumber daya yang ada, atau berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya, mereka sibuk dengan kegiatan yang dinamakan politik, dibeberapa pengertian lain politik dimaknai sebagai penggunaan kekuasaan sosual yang dipaksakan. Dalam Konteks Indonesia sistem politik menjadi nadi utama untuk menggerakkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem ini berfungsi sebagai saluran utama bagi berkembangnya berbagai aspek strategis seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, serta pertahanan dan keamanan. Keberlanjutan sistem politik yang sehat tidak hanya menjaga stabilitas negara, tetapi juga menjadi mekanisme penting dalam mengelola berbagai masukan (input) dari masyarakat yang kemudian diterjemahkan ke dalam kebijakan publik dan pembangunan politik. Semua proses ini pada akhirnya diarahkan untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut menciptakan ketertiban dunia (Anggara, 2013).
Sistem politik di Indonesia merupakan gabungan antara prinsip demokrasi, konstitusionalisme, dan nilai-nilai lokal. Lembaga politik di Indonesia berperan penting dalam menjaga stabilitas demokrasi dan menjamin partisipasi politik warga negara. Agar sistem politik dapat berjalan secara optimal, keberadaan partai politik dan pelaksanaan pemilihan umum secara periodik menjadi prasyarat utama. Partai politik pertama kali tumbuh di Eropa Barat, seiring berkembangnya kesadaran bahwa rakyat tidak bisa lagi diabaikan dalam proses pengambilan keputusan politik. Kehadiran partai-partai ini muncul secara alami sebagai respon terhadap tuntutan keterlibatan publik dalam urusan kenegaraan, menjadikannya jembatan penting antara masyarakat dan pemerintah. Pada tahap awal, sekitar akhir abad ke-18, aktivitas politik masih terbatas dalam lingkup parlemen dan didominasi oleh kelompok elit bangsawan di negara-negara seperti Inggris dan Prancis. Tujuannya saat itu adalah melindungi kepentingan aristokrasi dari tekanan monarki. Namun, ketika hak pilih mulai diperluas, dinamika politik bergeser ke luar parlemen. Muncul panitia-panitia pemilihan (sering disebut caucus party) yang berfokus pada pengumpulan dukungan menjelang pemilu. Kelompok-kelompok politik ini kemudian mulai merangkul berbagai lapisan masyarakat dan membentuk organisasi massa, sehingga pada penghujung abad ke-19, terbentuklah partai politik modern yang berfungsi sebagai penghubung antara rakyat dan negara. Dalam praktiknya, beberapa partai lebih menitikberatkan pada kemenangan elektoral dibanding aktivitas di luar masa pemilu. Mereka kerap longgar dalam hal disiplin organisasi dan iuran anggota, dan bertumpu pada hubungan patron-klien, sehingga dikenal sebagai patronage party. Sebagian lagi tampil sebagai partai massa yang menghimpun berbagai kelompok sosial dan ideologi, menyatukan mereka dalam program politik yang umumnya bersifat luas dan tidak spesifik, karena harus mengakomodasi kepentingan yang beragamcontohnya adalah Partai Demokrat dan Partai Republik di Amerika Serikat (Budiardjo, 2008).
Dalam konteks demokrasi yang menitikberatkan pada kedaulatan rakyat, hak untuk mendirikan serta bergabung dalam partai politik semakin memperoleh signifikansi dalam dekade terakhir. Ketika rezim Orde Baru runtuh, masyarakat mengalami euforia politik yang ditandai dengan menjamurnya partai-partai baru sebagai reaksi terhadap represi politik yang diterapkan sebelumnya. Kemunculan partai-partai tersebut pada awalnya bertujuan menyatukan beragam elemen sosial dengan latar belakang ideologi dan aspirasi politik yang serupa, demi menyelaraskan visi kolektif dan memperjuangkan gagasan bersama. Secara esensial, partai politik merupakan entitas yang terstruktur, yang terdiri atas individu-individu yang memiliki pandangan, nilai, serta cita-cita politik yang searah, dengan tujuan utama untuk memperoleh kekuasaan melalui jalur konstitusional dan mengisi jabatan publik(Justi et al., 2022) .
Namun demikian, dalam fase reformasi, dinamika partai politik justru menunjukkan kontradiksi. Di satu sisi, UUD 1945 memberikan posisi sentral kepada partai politik sebagai aktor strategis dalam menjaga keberlangsungan negara, sehingga eksistensinya dianggap fundamental. Hal ini dikarenakan partai politik menjadi satu-satunya institusi yang secara legal berwenang menentukan arah kekuasaan pemerintahan. Di sisi lain, kepercayaan publik terhadap partai politik justru mengalami degradasi. Masyarakat mulai mempertanyakan kredibilitasnya dan bahkan menjaga jarak dari aktivitas politik formal. Fenomena ini memunculkan persepsi negatif yang menggambarkan partai politik tidak lagi sebagai representasi rakyat, melainkan sebagai alat kekuasaan elite politik semata. Kritik tajam juga diarahkan pada anggapan bahwa partai politik telah kehilangan fungsi idealnya dan kini lebih tampak sebagai kendaraan pribadi bagi kelompok elite demi mempertahankan atau memperluas dominasi mereka atas kekuasaan(Justi et al., 2022).
Perlunya Etika dalam Proses Politik dan Ruang Publik
Indonesia saat ini berada dalam tahap kebebasan berpolitik pasca reformasi, pembangunan disegala sektor di upayakan, tetapi ada yang tertinggal yaitu penguatan nilai nilai etika dan moralitas berpolitik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Etika politik dalam ruang publik saat ini menunjukkan kemunduran, di mana banyak elite politik menjalankan peran mereka tanpa berlandaskan etika. Mereka lebih mengutamakan emosi dan kepentingan kelompok dibandingkan akal sehat dan kepentingan nasional. Ketidakpedulian terhadap konflik sosial serta meningkatnya budaya kekerasan menjadi bukti lemahnya komitmen etis dalam praktik politik. Fenomena ini terjadi karena sebagian besar elite berasal dari partai atau kelompok dengan basis identitas primordial, yang kemudian mendorong mereka meniru perilaku para pendukungnya. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang merasa sah menggunakan massa sebagai alat tekanan demi tujuan politik tertentu. Padahal, kekuatan berbasis identitas di Indonesia memiliki posisi yang relatif seimbang, sehingga pendekatan yang tidak etis justru berisiko memperuncing konflik(Haris, 2023).
Dalam konteks ini, etika politik menjadi instrumen penting untuk menciptakan harmoni antar aktor dan kekuatan sosial-politik. Ia berfungsi untuk menjembatani berbagai kepentingan menuju tujuan bersama dan kemajuan bangsa. Karena itu, etika politik bukan sekadar pelengkap, melainkan fondasi utama dalam membangun sistem politik yang sehat dan berkeadaban. Etika politik menjadi landasan penting dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan, sebagaimana tercermin dalam konstitusi negara. Di Indonesia, prinsip ini diatur secara eksplisit dalam Ketetapan MPR RI No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Dokumen tersebut menjelaskan bahwa etika berbangsa, termasuk etika politik, bersumber dari nilai-nilai ajaran agama universal dan budaya luhur bangsa yang diwujudkan dalam Pancasila sebagai pedoman dalam bersikap dan bertindak di ruang publik. Tujuan utama perumusan etika kehidupan berbangsa adalah untuk membangun kesadaran kolektif akan pentingnya moralitas dalam kehidupan bernegara. Nilai-nilai utama yang ditekankan mencakup kejujuran, tanggung jawab, keteladanan, kedisiplinan, etos kerja, kemandirian, sikap toleran, rasa malu, serta penghormatan terhadap martabat sebagai warga negara. Etika ini diharapkan mampu menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan responsif terhadap aspirasi rakyat (Haris, 2023).
TAP MPR tersebut menggarisbawahi pentingnya membangun iklim politik yang demokratis, terbuka, jujur, dan menghormati hak asasi manusia serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. Dalam praktiknya, etika politik menuntut pejabat publik memiliki integritas tinggi, mampu melayani rakyat dengan sepenuh hati, serta berjiwa besar untuk mundur bila gagal menjalankan tugas atau melanggar norma yang berlaku. Konflik atau perbedaan pandangan dalam kehidupan politik sebaiknya diselesaikan melalui dialog dan musyawarah yang bijaksana, dengan menjunjung nilai-nilai agama dan budaya serta mengakui perbedaan sebagai bagian alami dari kehidupan berbangsa. Etika politik mensyaratkan kedewasaan untuk berdialog dan keberanian untuk menempatkan kepentingan bersama di atas ambisi pribadi atau golongan. Dengan demikian, etika politik harus menjadi pegangan utama bagi seluruh aktor politik dalam membangun sistem pemerintahan yang santun, rasional, toleran, dan menjunjung tinggi moralitas publik demi kemajuan bangsa dan negara (Haris, 2023).
Salah satu bentuk penerapan etika politik, menurut Dennis F. Thompson, adalah dengan membatasi privasi pejabat publik. Thompson menekankan bahwa pejabat negara bukanlah warga biasa, melainkan figur yang memiliki kekuasaan atas masyarakat dan menjadi representasi dari rakyat itu sendiri. Karena itu, perbedaan peran dan tanggung jawab mereka menuntut keterbukaan lebih besar dalam kehidupan pribadinya. Privasi bukanlah hak mutlak bagi pejabat publik; jika diperlukan, pengorbanan atas aspek ini sah dilakukan demi menjaga kualitas demokrasi dan kepercayaan publik. Setiap kebijakan politik, sekecil apa pun, berdampak pada kehidupan masyarakat. Maka, keterbukaan informasi mengenai integritas dan perilaku para pejabat menjadi penting sebagai bentuk kontrol publik. Warga negara berhak mengetahui apakah wakil yang mereka pilih benar-benar jujur dan tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, keluarga, maupun kelompoknya. Etika politik juga mengedepankan pentingnya penguatan ruang publik sebagai arena interaksi antara politisi dan masyarakat. Meningkatkan frekuensi komunikasi antara tokoh politik, akademisi, media, birokrat, mahasiswa, dan warga biasa merupakan langkah strategis untuk membangun kesadaran bersama, memperkuat pendidikan politik, serta menumbuhkan kontrol sosial. Ruang publik yang sehat juga mampu mengurangi potensi penyimpangan etika politik, memperkuat rasionalitas publik, serta mempersiapkan politisi agar lebih etis dan bertanggung jawab.
Referensi
Anggara, S. (2013). 11. Buku Sistem Politik Indonesia.
Budiardjo, M. (2008). DASAR-DASAR ILMU POLITIK. www.bacaan-indo.blogspot.com
Haris, U. (2023). Etika Politik Dalam Pemanfaatan Ruang Publik.
Justi, F., Budiana, M., & Achmad, W. (2022). Fox Justi is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License (CC BY-NC 4.0) 75 Political Parties In The Indonesian Political System After The Rolling Of Reforms. https://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/Justi
Asshiddiqie, J. (2006). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press.
Easton, D. (1965). A Framework for Political Analysis. Englewood Cliffs: Prentice-Hall.
Rekomendasi bahan bacan
- Buku
- Miriam Budiardjo – Dasar-Dasar Ilmu Politik
- Bagir Manan – Sistem Ketatanegaraan Indonesia
- Ariel Heryanto (ed.) – Vernacular Politics in Indonesia
- Saiful Mujani – Voting Behavior in Indonesia since Reformasi
- Marcus Mietzner – Military Politics, Islam, and the State in Indonesia
- Artikel Ilmiah
- "Indonesia's Political Institutions After Reformasi" – Bulletin of Indonesian Economic Studies (BIES)
- "The President and the Parliament in Indonesia" – Asian Survey
- "Democratic Consolidation in Indonesia" – Journal of Democracy
- "Political Parties and Electoral Politics in Indonesia" – Contemporary Southeast Asia
- Artikel Populer/Opini Publik
- "Sistem Politik Indonesia: Apa yang Berubah Setelah Reformasi?" – The Conversation Indonesia
- "Bagaimana Parlemen Kita Bekerja?" – Tirto.id
- "Mengapa KPK, MK, dan Lembaga Negara Lain Dipertanyakan Legitimasi dan Etiknya?" – Kompas.id
By: M Alif Abar
Berita Lainnya
-
Edukasi Politik dan Keterlibatan Kita dalam Demokrasi Digital Citizenship dan Warna dalam Perbedaan
| 2025-12-13 -
Etika Publik Dan Tanggung Jawab sosial, perilaku sosial dan perubahan sosial
| 2025-12-13 -
System Politik di Indonesia dan Lembaga Politik di Indonesia
| 2025-12-13 -
Sistem Pemilu dan Praktik Pemilihan Umum di Indonesia
| 2025-12-13 -
Mengenal Teori-teori Besar Tentang Cara Melanggengkan Kekuasaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia
| 2025-12-13 -
Sistem Ekonomi Yang Menindas dan Oligarki
| 2025-12-13 -
Histori dan Tumbuh Kembang Partisipasi Politik di Indonesia Dinamika Perkembangan Partisipasi Politik dari Masa ke Masa
| 2025-12-13 -
Kekuatan Lokal dalam Partisipasi dan Representasi Politik
| 2025-12-13 -
Media dalam demokrasi modern menghadapi ancaman hoaks dan disinformasi
| 2025-12-13 -
Keterlibatan Komunitas dan Manajemen Relawan untuk Dampak Positif di Tingkat Lokal
| 2025-12-13