Etika Publik Dan Tanggung Jawab sosial, perilaku sosial dan perubahan sosial

Ditulis oleh M. Alif Akbar | 2025-12-13

Dalam sebuah analogi, ada dua ekor katak dimasukkan ke dalam kuali berisi air yang berbeda. Katak pertama, yang langsung dimasukkan ke air mendidih, spontan melompat keluar karena merasakan panas yang mengejutkan. Sementara itu, katak kedua dimasukkan ke dalam air dingin yang perlahan dipanaskan di atas api. Karena terlalu asyik berenang, ia tidak sadar suhu air terus meningkat hingga akhirnya mati terjebak dalam rebusan itu. Kisah ini mencerminkan bagaimana manusia biasanya cepat tanggap terhadap penderitaan yang nyata dan langsung terasa, seperti bencana alam atau kelaparan akut. Rasa kemanusiaan kita tergerak secara alami ketika penderitaan tampak jelas di depan mata. Namun, bentuk penderitaan yang tersembunyi dalam sistem sosial atau politik yang tidak adil seringkali luput dari perhatian. Ketika penderitaan dikemas dalam struktur budaya atau kebijakan ekonomi-politik yang timpang, ia tidak tampak sebagai “bencana”, melainkan sebagai kenyataan hidup yang perlahan melumpuhkan .

Kemiskinan struktural adalah contoh nyata dari penderitaan yang tidak terasa panasnya di awal, tapi secara perlahan mematikan. Terbungkus dalam retorika budaya atau jargon keagamaan yang membius, bentuk kemiskinan ini membuat banyak orang terlena dan pasrah. Ibarat katak dalam air yang perlahan mendidih, masyarakat bisa saja tidak menyadari bahwa mereka sedang dicekik oleh ketimpangan yang sistematis. Di sinilah muncul persoalan etika, pelanggaran oleh individu mudah dilabeli sebagai kejahatan, tapi pelanggaran yang dilakukan institusi atau sistem sering kali tak kasat mata dan dianggap sebagai bagian dari nasib. Lebih ironis lagi, ketika ada pihak yang mencoba mengkritik atau membongkar ketidakadilan sosial, mereka justru mendapat stigma negatif. Seperti ungkapan terkenal memberi roti kepada orang miskin membuat kita disebut orang suci, tetapi mempertanyakan mengapa mereka miskin bisa membuat kita dicap radikal(Sosial et al., 2012).

Etika sosial merupakan turunan dari etika dasar (atau sering disebut etika individual), namun memiliki karakteristik tersendiri yang tidak bisa disamakan begitu saja. Meskipun keduanya sama-sama membahas dimensi moral dalam kehidupan manusia, sering kali batas antara keduanya menjadi kabur sehingga dibutuhkan pembedaan secara teoritis yang tegas. Etika sosial sendiri merupakan wacana yang baru berkembang dalam konteks modern, dan belum banyak dijumpai dalam tradisi etika klasik. Perbedaan utama antara etika individual dan sosial tidak hanya terletak pada pendekatan metodologinya, tetapi juga pada objek yang dikaji. Etika individual lebih fokus pada tanggung jawab moral seseorang terhadap tindakan, motif, dan sikap pribadi. Dalam kajian ini, diasumsikan bahwa individu memiliki kapasitas untuk mengontrol tindakan dan niatnya. Namun begitu, etika individual tetap mengakui bahwa setiap tindakan terjadi dalam konteks sosial tertentu(Sosial et al., 2012).

Sebaliknya, etika sosial mengalihkan fokus dari individu ke sistem sosial secara keseluruhan. Ia menilai keadilan dan moralitas dari institusi-institusi sosial yang terbentuk melalui interaksi dan konsensus kolektif, seperti sistem hukum, tatanan ekonomi, kebijakan publik, bahkan peran agama dalam masyarakat. Etika sosial mempertanyakan apakah struktur sosial ini adil? Apakah sistem ini memungkinkan keadilan bagi semua lapisan masyarakat? Dalam kerangka ini, isu-isu seperti upah buruh, pengangguran, krisis ekologi, kemiskinan global, dan jaminan sosial bukan hanya permasalahan teknis atau ekonomi, melainkan juga persoalan moral. Oleh karena itu, etika sosial menjadi penting sebagai alat kritik dan kontrol terhadap tatanan yang sering kali melanggengkan ketimpangan(Wirata, 2024).

 

Etika dan Kaitannya Dengan Tanggung Jawab Sosial

Relevansi etika dalam konteks tanggung jawab sosial menekankan pentingnya nilai-nilai moral dalam setiap proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan yang berdampak pada masyarakat luas. Etika tidak hanya dipahami sebagai sekumpulan aturan formal yang harus ditaati, melainkan sebagai fondasi utama yang menopang integritas, akuntabilitas, dan komitmen sosial dari para pemangku kepentingan. Pentingnya penerapan etika dalam praktik tanggung jawab sosial semakin meningkat seiring dengan munculnya tantangan-tantangan baru di era modern, seperti tuntutan akan keterbukaan informasi, kemajuan teknologi digital, dan harapan masyarakat terhadap partisipasi aktif dalam kebijakan sosial. Oleh sebab itu, pemahaman yang kuat mengenai prinsip-prinsip etis menjadi syarat penting untuk memastikan bahwa setiap tindakan sosial yang diambil benar-benar mengutamakan kepentingan publik dan kesejahteraan bersama. Etika dalam tanggung jawab sosial sangat erat kaitannya dengan upaya membangun dan menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga sosial maupun pemerintah. Ketika pelaku sosial menjalankan perannya dengan kejujuran dan kesadaran moral, hal ini turut memperkuat legitimasi tindakan mereka serta meningkatkan efektivitas dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Di tengah kompleksitas dan dinamika globalisasi, penerapan standar etika yang tinggi dalam praktik tanggung jawab sosial menjadi semakin mendesak. Hal ini menandakan bahwa etika dalam tanggung jawab sosial memiliki makna universal dan sangat penting dalam mewujudkan tata kelola sosial yang berkeadilan, berkelanjutan, serta berorientasi pada kepentingan publik.

Etika dalam tanggung jawab sosial pemerintahan merupakan landasan moral yang mendasari seluruh proses penyelenggaraan negara agar berjalan secara adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Salah satu prinsip utama dalam etika ini adalah transparansi, yang menekankan keterbukaan dan kemudahan akses informasi publik. Pemerintah yang transparan memungkinkan warganya untuk memahami proses pengambilan keputusan serta membuka ruang partisipasi aktif dalam pemerintahan. Transparansi mencerminkan kejelasan tindakan dan penyediaan informasi yang dapat diakses dengan mudah, transparansi sebagai kewajiban moral dan alat penting dalam membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat. Lebih dari itu, transparansi juga berfungsi sebagai mekanisme pengawasan sosial yang efektif dalam mencegah praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (Haris, 2023).

Namun, transparansi saja tidak cukup tanpa diiringi oleh akuntabilitas. Keduanya merupakan prinsip yang saling memperkuat. Akuntabilitas menuntut agar setiap tindakan dan kebijakan pemerintah dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pejabat publik harus menjelaskan dan mempertanggungjawabkan keputusan mereka kepada masyarakat yang terdampak. Dalam konteks penggunaan anggaran, akuntabilitas fiskal menjadi sangat penting agar setiap pengeluaran publik dilakukan secara efisien dan efektif. Dengan demikian, integrasi antara transparansi dan akuntabilitas menjadi fondasi bagi pemerintahan yang bersih dan responsif terhadap kebutuhan warga. Tanggung jawab sosial pemerintah juga ditopang oleh prinsip keadilan, integritas, dan profesionalisme, yang memastikan bahwa pelayanan publik dijalankan secara adil, bermoral, dan profesional. Keadilan dalam pemerintahan menghendaki adanya perlakuan yang setara bagi semua warga negara tanpa diskriminasi. Keadilan sebagai dasar dari moralitas politik yang wajib melindungi hak individu dan menjamin kebijakan yang inklusif(Anggara, 2013). 

Selain itu, nilai profesionalisme menjadi penopang penting dalam pelaksanaan etika sosial pemerintahan. Profesionalisme menuntut adanya kompetensi, objektivitas, dan dedikasi terhadap standar pelayanan yang tinggi. Aparat negara harus menjunjung tinggi kode etik dan memperlakukan masyarakat secara adil. Terakhir, seluruh nilai-nilai tersebut tidak akan efektif tanpa adanya kepatuhan terhadap hukum sebagai pilar utama dalam menjaga keadilan dan kepercayaan publik. Pemerintah wajib bertindak sesuai peraturan dan tidak menyalahgunakan kewenangan yang dimiliki. Kepatuhan hukum adalah bagian tak terpisahkan dari integritas dan akuntabilitas pemerintahan, hukum harus ditegakkan dengan konsisten dan tidak diskriminatif. Ketika hukum ditegakkan secara adil, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan tumbuh, dan legitimasi negara akan tetap terjaga.

Referensi

Anggara, S. (2013). 11. Buku Sistem Politik Indonesia.

Haris, U. (2023). Etika Politik Dalam Pemanfaatan Ruang Publik.

Sosial, E., Madung, O. G., Ledalero, S., & Awal, C. (2012). Etika Sosial.

Wirata, G. (2024). ETIKA DALAM KEBIJAKAN Memahami Implikasi Moral Dari Keputusan Publik (D. G. Nuansa & Hasanudin, Eds.; 1st ed.). PT. Literasi Nusantara Abadi Grup. www.penerbitlitnus.co.id

 

Rekomendasi bahan bacan 

  • Buku
  1. Michael Sandel – Justice: What's the Right Thing to Do?
  2. Peter Singer – The Life You Can Save (2009)
  3. Emile Durkheim – The Division of Labour in Society
  4. Manuel Castells – Networks of Outrage and Hope (2012)
  • Artikel Ilmiah 
  1. "Public Ethics and Civic Responsibility in a Fragmented Society" – Journal of Public Ethics
  2. "Social Behavior and Collective Action: The Role of Moral Emotions" – American Sociological Review
  3. "Ethics of Care and Social Responsibility in Community Development" – Community Development Journal
  • Artikel Populer/Opini Publik
  1. "Etika Publik dan Tanggung Jawab Warga Negara" – Kompas / The Conversation Indonesia
  2. "Tanggung Jawab Sosial: Apakah Itu Milik Negara, Korporasi, atau Kita?" – Tirto.id
  3. "Perubahan Sosial dan Etika Kolektif" – Remotivi / IndoProgress
  • Dokumen Resmi 
  1. UNDP – Fostering Social Cohesion and Ethical Governance
  2. OECD – The Role of Public Ethics in Strengthening Trust in Government
  3. Kemendikbud / KemenPAN-RB – Panduan Etika Publik dan Perilaku ASN

By: M Alif Abar