Edukasi Politik dan Keterlibatan Kita dalam Demokrasi Digital Citizenship dan Warna dalam Perbedaan
Ditulis oleh M. Alif Akbar | 2025-12-13
Profil Kewarganegaraan Digital
Keterlibatan politik dalam masyarakat demokratis tidak bisa dipahami sebatas hak formal yang dijamin konstitusi, seperti memilih dalam pemilu atau menyampaikan pendapat. Keterlibatan politik adalah bentuk tanggung jawab etis warga negara dalam memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan bersama. Partisipasi aktif dalam kehidupan politik mencerminkan keberpihakan terhadap cita-cita luhur demokrasi, bukan sekadar untuk mengakomodasi kepentingan kelompok atau individu.
Skala profil kewarganegaraan dalam dunia digital ditentukan oleh tingkat literasi digital termasuk literasi informasi dan kemampuan individu dalam menyaring serta mengakses informasi dari sumber yang kredibel. Semakin tinggi kemampuan masyarakat dalam mengakses dunia digital, semakin besar pula potensi partisipasi mereka dalam mendukung aksi kolektif untuk membangun kewargaan digital (digital citizenship). Keterlibatan masyarakat di ruang digital dapat menjadi langkah strategis dalam memperluas partisipasi politik, apabila dimobilisasi secara tepat. Jejaring sosial, secara khusus, telah memainkan peran penting dalam memperkuat partisipasi warga melalui diskusi politik daring (Parry, 2008). Peran media sosial dalam memfasilitasi keterlibatan warga di berbagai ranah partisipatif, termasuk pendidikan, sipil, dan politik semakin relevan untuk dikaji. Kontribusi akademik seperti yang dibahas oleh Choi (Choi, 2016) menyoroti pentingnya pemanfaatan media sosial secara tepat untuk mendorong partisipasi sosial yang bermakna dan transformatif.
Untuk meningkatkan kualitas kewarganegaraan digital, (Choi, 2016) mengusulkan tiga pilar utama: literasi informasi, etika digital, dan partisipasi publik. Kategorisasi ini menetapkan kerangka partisipasi yang bermakna dan bertanggung jawab dalam masyarakat digital. Seiring berkembangnya teknologi ke sektor pendidikan, bisnis, dan kehidupan sipil, literasi digital menjadi kompetensi penting untuk menavigasi arus informasi yang kompleks. Selain penguasaan teknologi, warga negara juga perlu mengembangkan sikap etis dalam menggunakan ruang digital. Etika ini penting untuk memperkuat keterlibatan yang bertanggung jawab dalam agenda sosial dan politik, baik di tingkat komunitas maupun kebijakan publik. Pengetahuan yang komprehensif dan aksesibilitas terhadap ruang digital menjadi prasyarat utama. Dalam hal ini, peran pendidik sangat krusial untuk memimpin warga digital dalam mengembangkan kompetensi yang relevan, melalui pendekatan yang transformasional dan partisipatif.
Keterlibatan Warga Negara dalam Politik
Keterlibatan politik warga negara dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, sebagaimana laporan (Foundation for Electoral Systems, 2024):
- Keterlibatan Politik Formal, seperti memilih dalam pemilu dan bergabung dengan partai politik.
- Keterlibatan Kewarganegaraan Formal, seperti mengikuti pendidikan kewarganegaraan di sekolah atau berpartisipasi dalam klub/asosiasi.
- Keterlibatan Politik Non-Formal, misalnya menghadiri aksi protes atau mengikuti pemimpin politik di media sosial.
- Keterlibatan Warga Negara Non-Formal, yang mencakup interaksi informal dengan teman sebaya atau anggota masyarakat terkait isu sosial yang penting.
Pertanyaan kunci yang muncul adalah: jenis keterlibatan sipil informal apa yang dapat mendorong partisipasi politik? Dan bagaimana bentuk keterlibatan ini dapat dimanfaatkan untuk melawan otoritarianisme?
Temuan dari laporan tersebut menunjukkan bahwa:
- Keterlibatan sipil dan politik tidak selalu mengikuti jalur linear dari nonformal ke formal. Dalam praktiknya, warga terlibat secara simultan dalam kedua bentuk ini. Kombinasi partisipasi ini memperkaya demokrasi.
- Pendidikan kewarganegaraan memainkan peran strategis dalam mendorong keterlibatan politik. Terutama di masyarakat yang tertutup atau otoriter, pendidikan semacam ini dapat membangkitkan minat baru untuk berpartisipasi dalam ruang sipil dan politik.
- Pendekatan Positive Youth Development (PYD), yang dikombinasikan dengan metode pelatihan yang fleksibel, terbukti efektif mendorong keterlibatan politik formal di kalangan pemuda. PYD mengakui bahwa anak muda memerlukan ruang aman dan dukungan institusional untuk mengembangkan agensi mereka sebagai aktor demokratis.
- Program pemuda yang mengintegrasikan proyek aksi komunitas dan pembangunan jaringan sosial berkontribusi pada perlindungan demokrasi. Kegiatan ini memungkinkan pemuda mempraktikkan pengetahuan politik secara langsung, memperkuat pembelajaran, dan membangun hubungan dengan struktur pemerintahan.
Keterlibatan warga dalam kehidupan sipil dan politik tidak selalu bergerak secara linier dari aktivitas nonformal menuju formal, melainkan sering berlangsung secara bersamaan. Kombinasi kedua bentuk partisipasi ini justru memperkaya kualitas demokrasi. Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran penting dalam meningkatkan minat dan keterlibatan politik, terutama di masyarakat yang tertutup atau otoriter, dengan membangkitkan motivasi warga untuk aktif dalam ruang sipil dan politik. Pendekatan Positive Youth Development (PYD) yang dipadukan dengan pelatihan yang fleksibel efektif mendorong pemuda ikut serta dalam politik formal, karena PYD menyediakan ruang yang aman dan dukungan institusional agar pemuda dapat mengembangkan peran mereka sebagai aktor demokrasi. Program-program pemuda yang menggabungkan kegiatan aksi komunitas dan pembangunan jejaring sosial turut membantu menjaga dan memperkuat demokrasi, karena memberikan pengalaman langsung berpolitik, memperkuat pembelajaran, serta membangun koneksi dengan struktur pemerintahan.
Dalam konteks ini, warga negara dipanggil untuk menjadi pelaku aktif perubahan sosial, tidak hanya sebagai penerima kebijakan publik. Namun, keterlibatan politik generasi muda juga harus diarahkan pada kesadaran kolektif dan kapasitas transformasional, bukan hanya ekspresi politik sesaat. Keterlibatan ini juga mencerminkan moralitas individu terhadap ketidakadilan, serta keberanian untuk memperjuangkan solusi yang berpihak pada kelompok rentan. Warga negara yang etis akan mempraktikkan politik dengan prinsip kesetaraan dan solidaritas. Harus sadar bahwa politik bukan sekadar arena kompetisi kekuasaan, tetapi wadah untuk memperjuangkan hak-hak konstitusional dan kesejahteraan umum. Maka, keterlibatan politik menjadi refleksi dari etika kewargaan yang bermuara pada kemanusiaan (Grassi et al., 2024).
Edukasi politik tidak boleh berhenti pada penyampaian informasi mengenai sistem pemerintahan, lembaga negara, atau prosedur pemilu. Edukasi politik yang bermakna harus menumbuhkan watak warga negara yang kritis, jujur, dan berani menyuarakan kebenaran dalam situasi apapun. Ini mencakup pemahaman atas relasi kuasa, ketimpangan struktural, serta keberanian untuk menolak ketidakadilan. David Buckingham dalam Youth, Identity, and Digital Media menjelaskan bahwa pendidikan politik semestinya membuka ruang bagi anak muda untuk memahami bagaimana kekuasaan beroperasi dan bagaimana mereka bisa mengintervensi proses tersebut secara etis dan bertanggung jawab. Ini mencakup kemampuan berpikir kritis, etika publik, dan keberanian untuk beraksi secara konstruktif (by David Buckingham, n.d.). Dengan membangun kesadaran kritis dan integritas, edukasi politik tidak hanya mencetak pemilih yang cerdas, tetapi juga warga yang bertanggung jawab dan partisipatif dalam memperbaiki tata kelola publik.
Prinsip Etis dalam Kewargaan Digital
Di era digital, ruang partisipasi politik telah berpindah secara signifikan ke ranah daring. Namun, hadirnya teknologi tidak serta-merta menjamin kualitas partisipasi warga negara. Karena itu, penting untuk menanamkan prinsip-prinsip etis dalam praktik kewargaan digital (digital citizenship), seperti tanggung jawab informasi, penghargaan terhadap perbedaan, dan penolakan terhadap kekerasan simbolik.
Literasi digital harus bersifat multidimensional: mencakup kecakapan teknis, etika komunikasi, dan kesadaran sosial. Warga negara digital yang baik harus mampu menyaring informasi, memahami konteks, serta menghindari penyebaran hoaks, ujaran kebencian, atau informasi manipulatif. Tanggung jawab atas informasi di dunia maya sama pentingnya dengan tanggung jawab atas tindakan di dunia nyata. Menyebarkan berita palsu atau narasi kebencian bukan hanya tindakan tidak etis, tapi juga mencederai prinsip demokrasi deliberatif. Etika digital juga menuntut empati, yaitu kemampuan untuk memahami perspektif orang lain di tengah perbedaan.Warga digital juga perlu menolak segala bentuk kekerasan simbolik, seperti pelecehan, doxing, trolling, dan body shaming. Mengelola perbedaan secara damai di ruang maya adalah bagian dari kebajikan kewargaan yang tidak boleh diabaikan (Almudara et al., 2024)
Penutup
Demokrasi yang sehat membutuhkan kemampuan untuk hidup berdampingan dalam perbedaan. Masyarakat plural adalah realitas yang harus dihadapi dengan kedewasaan politik, bukan dengan saling meniadakan. Oleh karena itu, pengembangan etika dialog menjadi penting dalam proses pendidikan kewargaan. Ruang publik digital harus menjadi arena deliberatif yang mendorong partisipasi inklusif dan diskusi yang sehat, bukan hanya ruang untuk polarisasi dan fragmentasi opini. Dalam hal ini, kemampuan untuk mendengarkan, menghargai argumen berbeda, dan menahan diri dari agresi verbal adalah bagian dari kedewasaan demokratis (jorg trenz, 2009).
Daftar Pustaka
Almudara, S. B., El-Gammal, M. M., Ali, M. H., Abdellatif, M. S., Elshazly, A. I. A., Ibrahim, S. A., & Al-Rashidi, A. H. (2024). The impact of training on digital citizenship skills in developing students’ attitudes towards sustainable development at the university level. Research Journal in Advanced Humanities, 5(3), 78–99. https://doi.org/10.58256/8jrvr939
by David Buckingham, E. (n.d.). Youth, Identity, and Digital Media. https://doi.org/10.1162/dmal.9780262524834.vii
Choi, M. (2016). A Concept Analysis of Digital Citizenship for Democratic Citizenship Education in the Internet Age. Theory and Research in Social Education, 44(4), 565–607. https://doi.org/10.1080/00933104.2016.1210549
Foundation for Electoral Systems, I. (2024). Understanding Young People’s Political and Civic Engagement as a Counter to Democratic Backsliding An IFES Learning Agenda Evidence Report.
Grassi, E. F. G., Portos, M., & Felicetti, A. (2024). Young People’s Attitudes towards Democracy and Political Participation: Evidence from a Cross-European Study. Government and Opposition, 59(2), 582–604. https://doi.org/10.1017/gov.2023.16
jorg trenz, H. (2009). Digital Media and the Return of the Representative Public Sphere. http://www.arena.uio.no
Parry, K. W. (2008). Viewing the Leadership Narrative through Alternate Lenses: An Autoethnographic Investigation. Management Revu, 19(1–2), 126–147. https://doi.org/10.5771/0935-9915-2008-1-2-126
Rekomendasi bahan bacan
- Buku
- Paulo Freire – Pendidikan Kaum Tertindas (Pedagogy of the Oppressed)
- Benjamin R. Barber – Strong Democracy: Participatory Politics for a New Age
- Henry Jenkins et al. – Participatory Culture in a Networked Era (2016)
- Elinor Ostrom – Governing the Commons
- David Buckingham – Youth, Identity, and Digital Media (MIT Press)
- Artikel Ilmiah
- "Digital Citizenship in a Networked World" – Journal of Educational Technology & Society
- "Political Education and Democratic Engagement among Youth" – Review of Educational Research
- "Digital Participation and the Plural Public Sphere" – New Media & Society
- Artikel Populer/Opini Publik
- "Kewargaan Digital: Bukan Sekadar Melek Teknologi" – The Conversation Indonesia
- "Anak Muda, Politik dan Media Sosial" – Remotivi.org
- "Literasi Digital dan Polarisasi Demokrasi" – Tirto.id / Tempo
- "Civic Tech dan Demokrasi Partisipatif" – Media Indonesia / Ruang Warga
- Dokumen Resmi
- YAPPIKA – Partisipasi Warga dalam Demokrasi Digital (2021)
- SAFEnet – Digital Rights in Southeast Asia Reports
- UNESCO – Media and Information Literacy Curriculum for Teachers
By: M Alif Akbar
Berita Lainnya
-
Edukasi Politik dan Keterlibatan Kita dalam Demokrasi Digital Citizenship dan Warna dalam Perbedaan
| 2025-12-13 -
Etika Publik Dan Tanggung Jawab sosial, perilaku sosial dan perubahan sosial
| 2025-12-13 -
System Politik di Indonesia dan Lembaga Politik di Indonesia
| 2025-12-13 -
Sistem Pemilu dan Praktik Pemilihan Umum di Indonesia
| 2025-12-13 -
Mengenal Teori-teori Besar Tentang Cara Melanggengkan Kekuasaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia
| 2025-12-13 -
Sistem Ekonomi Yang Menindas dan Oligarki
| 2025-12-13 -
Histori dan Tumbuh Kembang Partisipasi Politik di Indonesia Dinamika Perkembangan Partisipasi Politik dari Masa ke Masa
| 2025-12-13 -
Kekuatan Lokal dalam Partisipasi dan Representasi Politik
| 2025-12-13 -
Media dalam demokrasi modern menghadapi ancaman hoaks dan disinformasi
| 2025-12-13 -
Keterlibatan Komunitas dan Manajemen Relawan untuk Dampak Positif di Tingkat Lokal
| 2025-12-13