Voice or Noise: Belajar Komunikasi Pemimpin Hijau bersama Ika Sastrosoebroto

Ditulis oleh Yogi Wahyudi | 2025-09-06

Sabtu, September 2025, Green Leadership Indonesia Batch 5 kembali menghadirkan kelas inspiratif dengan tema “Kepemimpinan Hijau dan Strategi Komunikasi 2025”. Kelas kali ini mengusung tema “Keterampilan Dasar Seorang Leader Seri I”, khusus membahas Public Speaking dan Storytelling. Acara dipandu oleh MC Putri Melta Sari dan dimoderatori oleh Jana Yani yang membuat jalannya diskusi lebih interaktif dan hangat. Narasumber utama, Ika Sastrosoebroto seorang praktisi komunikasi publik dan konsultan senior di bidang public relations, mengingatkan sejak awal: “Public speaking itu bukan sekadar ngomong lancar. Public speaking adalah seni menggerakkan.”

Public Speaking: Lebih dari Sekadar Bicara

Bagi banyak orang, public speaking identik dengan berbicara lancar di depan audiens. Namun, Mbak Ika mengingatkan bahwa public speaking adalah bagian dari komunikasi strategis. Ia menuntut tujuan yang jelas Key Performance Indicator (KPI). “Kalau kita bicara tanpa tujuan, hasilnya hanya noise,” ujarnya. Komunikasi yang tidak diarahkan, lanjutnya, bisa mengacaukan hingga 20% kinerja organisasi. Karena itu, public speaking tidak cukup hanya mengandalkan kata-kata. Ia butuh wiraga (bahasa tubuh), wirasa (rasa), dan wirama (ritme). Tiga unsur ini membuat pesan terasa hidup, otentik, dan menyentuh audiens. Bahkan, ekspresi tegas atau marah pun bisa sah digunakan jika memang perlu menekankan pesan.

Storytelling: Narasi yang Menyentuh Hati

Sesi ini juga menyoroti pentingnya storytelling. Menurut Mbak Ika, orang lebih suka didongengi daripada langsung diberi instruksi. Sebuah cerita yang sederhana, dengan alur pembuka–konflik–solusi–pesan moral, lebih mudah diingat dan menggerakkan. Ia mencontohkan bagaimana ia menggunakan tokoh Popeye saat mendidik anaknya tentang keberanian dan kebaikan. Cerita sederhana itu menjadi sarana komunikasi yang efektif, bahkan lebih kuat daripada nasihat langsung. Bagi pemimpin, storytelling bukan sekadar hiburan. Ia adalah strategi untuk menyampaikan visi, menumbuhkan empati, dan membangun kesepakatan. Narasi yang menyentuh hati membuat audiens merasa terhubung dan inilah kekuatan sejati seorang pemimpin komunikatif.

Voice atau Noise: Pilihan Seorang Pemimpin

Salah satu refleksi menarik dari Mbak Ika adalah pertanyaan sederhana: apakah suara kita voice atau sekadar noise? Ia mencontohkan komunikasi sehari-hari. Saat orang tua hanya memberikan larangan tanpa penjelasan, anak cenderung mendengarnya sebagai noise sekadar perintah yang terdengar mengganggu. Sebaliknya, jika komunikasi disertai alasan dan empati, suara itu menjadi voice yang bermakna. Bagi seorang pemimpin, hal ini sangat penting. Bicara bukan soal banyaknya kata, melainkan sejauh mana pesan bisa memengaruhi, memberi arah, dan menciptakan perubahan.

Kepemimpinan Hijau: Bicara dengan Nilai

Kelas ini kemudian mengaitkan public speaking dengan kepemimpinan hijau. Mbak Ika menekankan bahwa kepemimpinan sejati bukan tentang jabatan, melainkan tentang bagaimana kita memberi contoh. Kepemimpinan hijau berpijak pada keadilan sosial dan ekologis, bukan sekadar keuntungan jangka pendek. Di era disrupsi dengan hadirnya AI, kerja jarak jauh, dan transformasi digital pemimpin dituntut adaptif. Komunikasi menjadi senjata untuk tetap relevan, membangun kepercayaan, dan menyebarkan nilai keberlanjutan. Pemimpin hijau perlu bicara dengan empati, integritas, keberanian, dan adaptif. Dengan komunikasi yang konsisten dan otentik, pesan tentang keberlanjutan tidak hanya terdengar, tetapi juga dihayati dan diwujudkan.

Menjadi Pemimpin yang Komunikatif

Di akhir kelas, Mbak Ika memberikan pesan penting: public speaking adalah soal energi. Energi itu lahir bukan dari hafalan, melainkan dari pengalaman, konsistensi, dan ketulusan. Itulah sebabnya audiens lebih mudah percaya pada pemimpin yang berbicara dari hati, berdasarkan pengalaman nyata, dibandingkan pemimpin yang sekadar mengutip teori. Pesannya sederhana namun kuat:

  • Bicara dengan tujuan, bukan asal kata.
  • Gunakan cerita untuk menghubungkan pikiran dan hati.
  • Pilihlah menjadi voice, bukan noise.
  • Dan jadilah pemimpin yang bicara dengan nilai, bukan sekadar posisi.

Penutup

Kelas bersama Ika Sastrosoebroto menegaskan bahwa kepemimpinan hijau berawal dari komunikasi yang efektif. Seorang pemimpin hijau tidak hanya mengusung narasi keberlanjutan, tetapi juga mewujudkannya dalam setiap kata, ekspresi, dan tindakan. Pada akhirnya, komunikasi adalah jembatan antara visi dan aksi. Dengan public speaking yang jelas, storytelling yang menyentuh hati, serta energi yang otentik, kita semua bisa menjadi bagian dari perubahan menjadi Green Leader yang suaranya benar-benar bermakna.