Suara Kaum Muda dari Utara: Mahasiswa Manado Bangkit Menjawab Krisis Iklim

Ditulis oleh Admin | 2025-10-27

Manado — Suasana Auditorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Senin 20 Oktober 2025, dipenuhi semangat ratusan mahasiswa yang antusias menghadiri kegiatan Roadshow Campus “Alarm Krisis Iklim dan Dialog Kaum Muda”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Institut Hijau Indonesia (IHI) sebagai bagian dari rangkaian gerakan nasional yang mengajak generasi muda untuk berpikir kritis, berkolaborasi, dan beraksi nyata menghadapi ancaman krisis planet yang semakin mendesak22

Dalam kegiatan yang berlangsung dari pukul 07.30 hingga 13.00 WITA ini, para peserta diajak untuk memahami isu lingkungan dari berbagai perspektif akademik, sosial, dan moral. Pembicara pertama, Ir. Johny S. Tasirin, MSc., Ph.D., IPU, dosen Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, membuka diskusi dengan topik “The Generation Protocol & Resilient Future”. Ia memperkenalkan konsep The Generation Protocol sebagai kerangka global untuk membangun masa depan yang tangguh dan berkeadilan bagi generasi mendatang. Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa protokol ini adalah “blueprint for a resilient future” yakni peta jalan bagi dunia untuk membangun arah pembangunan yang berkelanjutan dan berorientasi pada keadilan sosial dan ekologis.

Johny menekankan prinsip “The Precedent of Possibility”, yaitu keyakinan bahwa perubahan besar akan terwujud bila ada kemauan kolektif dan kesadaran lintas sektor. Ia menyebut bahwa saat ini berbagai industri mulai menunjukkan komitmen terhadap isu lingkungan, seperti kebijakan penutupan lubang ozon, keadilan finansial, dan dukungan dunia usaha terhadap transisi hijau. Namun, ia juga mengingatkan bahwa kadar karbon global terus meningkat akibat aktivitas manusia, terutama di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use). “Kerusakan ekosistem telah mengancam layanan alam penting seperti penyerapan karbon, keanekaragaman hayati, dan keseimbangan ekologis,” tegasnya.

Johny juga menyoroti posisi strategis Sulawesi sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia. Ia menjelaskan bahwa pulau ini memiliki 33 spesies burung endemik serta mamalia yang tidak ditemukan di wilayah lain. “Sulawesi adalah laboratorium alam dunia. Kehilangannya berarti kehilangan sebagian kekayaan bumi,” ujarnya sambil menekankan pentingnya strategi mitigasi dan adaptasi iklim untuk menjaga ekosistem tropis Indonesia.

Pembicara kedua, Fela Warouw, ST., MEng., Ph.D., dari Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi, melanjutkan sesi dengan topik “Peran Akademisi dalam Mitigasi Perubahan Iklim”. Ia menegaskan bahwa perubahan iklim bukan hanya isu lingkungan, melainkan ancaman multidimensi yang berdampak pada ekonomi, sosial, dan masa depan peradaban manusia. Fela menjelaskan tiga krisis planet utama yang kini dihadapi dunia: tekanan antropogenik (anthropogenic pressure), perubahan iklim, dan kehilangan keanekaragaman hayati. “Dampak krisis meningkat setiap empat tahun, dan tidak ada satu negara pun yang benar-benar aman dari risikonya,” ujarnya.

Ia memaparkan bahwa kerugian ekonomi akibat krisis iklim diproyeksikan mencapai 23 triliun dolar AS pada tahun 2050 jika tidak ada tindakan serius. Oleh karena itu, dunia akademik perlu menjadi pusat solusi, bukan sekadar ruang teori. Ia mengajak mahasiswa dan dosen untuk mengembangkan riset hijau, mendorong kebijakan berkelanjutan, serta berkolaborasi dengan pemerintah dan masyarakat sipil. “Kampus harus menjadi agen perubahan. Di sinilah generasi muda bisa mengubah ilmu menjadi aksi,” tuturnya disambut tepuk tangan peserta.

Sesi berikutnya diisi oleh Muhammad Ichassul Amal, Project Officer Civic Education Institut Hijau Indonesia, yang berbicara mengenai “Peran Intelektual Muda dalam Menghadapi Triple Planetary Crisis melalui Civic Education”. Ia menjelaskan bahwa krisis lingkungan tidak hanya masalah ekologis, tetapi juga persoalan moral dan sosial. Ia menyoroti tiga krisis utama yang saling terkait: krisis iklim (climate change), pencemaran (pollution), dan hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity loss). Menurutnya, perubahan iklim telah menyebabkan kenaikan suhu global, cuaca ekstrem, serta ancaman terhadap kehidupan manusia. “Krisis planet ini membutuhkan tanggapan moral, bukan hanya dari pemerintah, tapi dari seluruh warga dunia,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa pendidikan kewargaan ekologis harus ditanamkan agar generasi muda memiliki kesadaran kritis terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Pembicara keempat, Alamsyah S.PWK, alumni Green Leadership Indonesia (GLI) Batch 2, menutup sesi diskusi dengan topik “Ancaman terhadap Hutan di Wilayah Sulawesi”. Ia mengingatkan bahwa Sulawesi Utara memiliki lebih dari 280 pulau kecil dengan ekosistem yang sangat sensitif, namun kini menghadapi ancaman serius akibat aktivitas tambang dan deforestasi. “Penebangan di kawasan hutan lindung Sangihe oleh perusahaan tambang emas telah memicu krisis ekologis baru,” jelasnya. Dampak yang terjadi antara lain penurunan kualitas air, longsor, banjir, dan hilangnya habitat satwa endemik. Ia menegaskan bahwa penyelamatan lingkungan harus dimulai dari gerakan masyarakat dan didukung oleh penegakan hukum lingkungan yang kuat.

Sesi tanya jawab menjadi puncak kegiatan, di mana mahasiswa aktif mengajukan pertanyaan dan refleksi tentang apa yang bisa mereka lakukan sebagai individu maupun komunitas kampus. Diskusi berjalan dinamis, mencerminkan kesadaran baru di kalangan mahasiswa terhadap tanggung jawab mereka sebagai generasi penerus.

Kegiatan Roadshow Campus “Alarm Krisis Iklim dan Dialog Kaum Muda” di Universitas Sam Ratulangi Manado ditutup dengan ajakan kolektif untuk terus bergerak menjaga bumi. Para peserta bersepakat bahwa aksi kecil, seperti menanam pohon, menghemat energi, dan mengurangi sampah plastik adalah bentuk nyata kepedulian terhadap bumi. Seperti pesan yang diungkapkan oleh salah satu peserta, “Perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil. Dari kampus ini, kita bisa memulai.”

Dari Manado, semangat hijau itu menggema ke seluruh penjuru negeri menandai bahwa generasi muda Indonesia siap menjawab panggilan bumi dengan pengetahuan, aksi, dan harapan.