Menyelamatkan Jantung Demokrasi: Relasi, Peran, dan Tantangan Organisasi Masyarakat Sipil
Ditulis oleh Admin | 2025-10-08
Penulis : Berlian Wahyu Rizaldi, Hawadarsi Angguni, Witty Fadhila, Sulfitra Gusmin, Tria Larasati, Wira Jaya Silaban
Editor : Qurnia Indah Permata Sari
Organisasi masyarakat sipil (OMS) merupakan salah satu pilar utama demokrasi karena menjadi wadah partisipasi warga negara dalam mempengaruhi arah kebijakan publik dan menjaga akuntabilitas negara. Dalam banyak literatur, OMS disebut sebagai “jantung demokrasi” karena keberadaannya memastikan bahwa kekuasaan negara tidak berjalan tanpa kontrol. Sejak era reformasi 1998, OMS di Indonesia berperan penting dalam memperjuangkan hak-hak politik, kebebasan sipil, serta mengawal reformasi hukum dan institusi. Akan tetapi, dalam dekade terakhir, Indonesia mengalami gejala kemunduran demokrasi yang ditandai dengan menyempitnya ruang kebebasan sipil, munculnya regulasi represif, serta melemahnya peran pengawasan masyarakat (Diamond, 2019).
Salah satu tantangan paling menonjol adalah meningkatnya intervensi negara melalui regulasi yang membatasi ruang gerak OMS. Sejumlah kebijakan sering kali digunakan untuk menekan aktivitas organisasi yang dianggap kritis terhadap pemerintah. Penggunaan pasal-pasal multitafsir dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta pengawasan ketat terhadap pendanaan lembaga nirlaba, menjadi contoh nyata bagaimana regulasi justru dipakai untuk melemahkan kontrol masyarakat sipil (Carothers, 2021). Akibatnya, banyak aktivis menghadapi kriminalisasi, sementara organisasi dihadapkan pada dilema antara bersuara kritis atau mempertahankan keberlangsungan hidupnya.
Selain regulasi, persoalan sumber daya finansial juga menjadi kendala serius bagi keberlanjutan OMS. Banyak organisasi bergantung pada pendanaan donor luar negeri yang bersifat jangka pendek dan sering kali berorientasi proyek. Ketergantungan ini membuat OMS sulit mengembangkan agenda jangka panjang yang konsisten dengan kebutuhan lokal. Bahkan tidak jarang, orientasi donor memengaruhi fokus isu yang diangkat, sehingga menimbulkan ketegangan antara agenda eksternal dan kebutuhan masyarakat. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya dukungan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang berpihak pada penguatan OMS domestik (Pratama & Panjaitan, 2023).
Tantangan berikutnya adalah fragmentasi internal. OMS di Indonesia tumbuh dalam jumlah yang besar, namun sering terpecah dalam kepentingan sektoral. Alih-alih berkolaborasi, banyak organisasi justru bersaing untuk mendapatkan akses pada sumber daya terbatas. Fragmentasi ini melemahkan posisi tawar masyarakat sipil di hadapan negara, serta mengurangi efektivitas advokasi isu-isu penting seperti reformasi hukum, perlindungan lingkungan, atau pemberantasan korupsi. Padahal, solidaritas dan jaringan lintas isu merupakan syarat penting agar OMS mampu menghadapi tantangan demokrasi yang semakin kompleks (Habib et al., 2024).
Meski menghadapi banyak hambatan, OMS tetap memiliki potensi besar untuk memperkuat demokrasi. Pertama, penguatan kapasitas advokasi diperlukan agar suara masyarakat sipil lebih berpengaruh dalam proses legislasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang kredibel, menguasai strategi komunikasi publik, serta memanfaatkan ruang digital untuk kampanye advokasi. Kedua, penting membangun solidaritas dan jejaring antar-OMS agar tidak terjebak dalam persaingan sumber daya. Koalisi tematik atau aliansi lintas isu akan memperkuat kekuatan kolektif masyarakat sipil dalam menghadapi regulasi represif. Ketiga, peningkatan akuntabilitas internal menjadi kebutuhan mendesak, sebab legitimasi OMS di mata publik sangat bergantung pada transparansi dan tata kelola yang baik.
Selain penguatan internal, OMS juga perlu memperluas kolaborasi dengan aktor lain. Akademisi dapat berperan menyediakan basis penelitian dan teori yang memperkaya advokasi. Media massa mampu memperkuat jangkauan isu ke publik luas, sementara sektor swasta dapat mendukung melalui model pendanaan sosial yang berkelanjutan. Kolaborasi lintas sektor inilah yang akan menciptakan ekosistem demokrasi yang lebih kokoh dan tidak mudah dilemahkan oleh intervensi negara (Wardhani, 2021).
Lebih jauh, OMS juga perlu beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital. Ruang digital memberi peluang sekaligus tantangan baru. Di satu sisi, media sosial menjadi sarana efektif untuk menyebarkan isu, menggalang solidaritas, dan melakukan mobilisasi cepat. Namun di sisi lain, OMS harus berhadapan dengan banjir disinformasi, polarisasi politik, serta potensi represi berbasis digital. Oleh karena itu, literasi digital dan keamanan siber menjadi kompetensi penting bagi aktivis masyarakat sipil agar dapat bertahan di tengah arus disrupsi informasi (Norris, 2020).
Dalam konteks demokrasi Indonesia, memperkuat OMS berarti juga memperkuat fondasi konstitusi dan nilai-nilai Pancasila. Negara seharusnya memandang OMS bukan sebagai ancaman, melainkan mitra dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Dukungan terhadap masyarakat sipil, baik melalui regulasi yang kondusif maupun kebijakan yang berpihak pada partisipasi publik, adalah prasyarat bagi keberlangsungan demokrasi yang sehat. Tanpa masyarakat sipil yang kuat, demokrasi akan kehilangan jantungnya dan mudah jatuh dalam otoritarianisme terselubung.
Kesimpulannya, tantangan OMS di Indonesia memang berat, mulai dari regulasi represif, keterbatasan sumber daya, hingga fragmentasi internal. Namun, peluang untuk memperkuat demokrasi tetap terbuka jika OMS mampu meningkatkan kapasitas advokasi, memperkuat solidaritas, menjaga akuntabilitas, serta berkolaborasi lintas sektor. Di saat yang sama, negara juga memiliki tanggung jawab untuk tidak melemahkan, tetapi justru memperkuat ruang gerak masyarakat sipil. Dengan kombinasi upaya tersebut, OMS dapat terus menjadi jantung demokrasi yang menjaga agar kekuasaan tetap berpihak pada rakyat dan demokrasi Indonesia dapat bertahan sekaligus berkembang ke arah yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Daftar Pustaka
Carothers, T. (2021). Civil society and the struggle for democracy. Washington, DC: Carnegie Endowment for International Peace.
Diamond, L. (2019). Ill Winds: Saving Democracy from Russian Rage, Chinese Ambition, and American Complacency. New York: Penguin Press.
Habib, M., Putra, A., & Nelwati, S. (2024). Harmonisasi kewajiban dan hak negara (pilar kedaulatan rakyat dan kemakmuran bersama). JIMR, 2(6), 697–703. https://doi.org/10.62504/jimr686
Mujtahid. (2013). Pendidikan politik dan penguatan demokrasi. Malang: UIN Press.
Norris, P. (2020). Digital divide: Civic engagement, information poverty, and the Internet worldwide. Cambridge: Cambridge University Press.
Pratama, C., & Panjaitan, J. (2023). Analisis yuridis Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang perlindungan anak terhadap sistem peradilan pidana. Comserva Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, 3(07). https://doi.org/10.59141/comserva.v3i07.1052
Wardhani, L. (2021). Civil society and digital activism in contemporary Indonesia. Journal of Southeast Asian Studies, 52(3), 455–473. https://doi.org/10.1017/S0022463421000223
Declare of AI
Artikel ini disusun dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mendukung proses pengumpulan referensi, penyusunan struktur naskah, dan penyempurnaan tata bahasa. Semua ide, data, dan kesimpulan telah diverifikasi oleh penulis dan editor untuk memastikan keakuratan serta kesesuaian dengan etika akademik.
Berita Lainnya
-
Edukasi Politik dan Keterlibatan Kita dalam Demokrasi Digital Citizenship dan Warna dalam Perbedaan
| 2025-12-13 -
Etika Publik Dan Tanggung Jawab sosial, perilaku sosial dan perubahan sosial
| 2025-12-13 -
System Politik di Indonesia dan Lembaga Politik di Indonesia
| 2025-12-13 -
Sistem Pemilu dan Praktik Pemilihan Umum di Indonesia
| 2025-12-13 -
Mengenal Teori-teori Besar Tentang Cara Melanggengkan Kekuasaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia
| 2025-12-13 -
Sistem Ekonomi Yang Menindas dan Oligarki
| 2025-12-13 -
Histori dan Tumbuh Kembang Partisipasi Politik di Indonesia Dinamika Perkembangan Partisipasi Politik dari Masa ke Masa
| 2025-12-13 -
Kekuatan Lokal dalam Partisipasi dan Representasi Politik
| 2025-12-13 -
Media dalam demokrasi modern menghadapi ancaman hoaks dan disinformasi
| 2025-12-13 -
Keterlibatan Komunitas dan Manajemen Relawan untuk Dampak Positif di Tingkat Lokal
| 2025-12-13