Mahasiswa Jambi Bersatu untuk Bumi: Suara Kaum Muda dalam Dialog Krisis Iklim
Ditulis oleh Admin | 2025-09-18
Jambi — Aula Serba Guna Lantai 3 Universitas Jambi dipenuhi antusiasme pada Selasa, 16 September 2025. Lebih dari 260 peserta, yang terdiri atas mahasiswa, akademisi, dan pegiat lingkungan, hadir dalam Roadshow Kampus “Alarm Krisis Iklim d1an Dialog Kaum Muda”, sebuah inisiatif kolaboratif antara Institut Hijau Indonesia (IHI), Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Jambi (BEM UNJA), dan mitra kampus dalam upaya membangun kesadaran ekologi di kalangan muda. Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 08.00 hingga 13.00 WIB ini menjadi momentum penting bagi generasi muda Jambi untuk menyuarakan keprihatinan sekaligus harapan bagi masa depan bumi
Kegiatan dibuka dengan suasana hangat. Setelah registrasi, para peserta diarahkan untuk mengisi tumbler di refill station yang disediakan, sebagai bagian dari upaya mengurangi sampah plastik sekali pakai. Moderator membuka acara dengan pantun dan interaksi ringan, diikuti dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Universitas Jambi. Sambutan disampaikan berurutan oleh Ketua BEM UNJA, Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad, Wakil Rektor II Universitas Jambi, dan Direktur Program FOLU Net Sink Indonesia 2030 yang hadir secara daring. Semua pembicara menekankan pentingnya peran kaum muda dalam menghadapi perubahan iklim yang kini kian mengancam. Dalam momen simbolis, dilakukan penyerahan plakat dan rompi keadilan sosial dan ekologis kepada perwakilan universitas dan para narasumber, sebagai wujud komitmen bersama dalam membangun gerakan lingkungan yang berkeadilan
Sesi pemutaran dua film pendek, “Kehidupan Impian di Tahun 2050” dan “Jalan Hijau Indonesia Menjawab Krisis Iklim”, menjadi pembuka reflektif sebelum diskusi dimulai. Para peserta diajak merenungkan dampak nyata dari perubahan iklim terhadap kehidupan manusia dan lingkungan di masa depan. Film tersebut menggambarkan bagaimana kebijakan hijau dan aksi kolektif dapat mengubah arah sejarah menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.

Memasuki sesi materi, Prof. Drs. Damris, M.Sc., Ph.D., dosen Magister Ilmu Lingkungan Universitas Jambi, memaparkan inovasi dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Ia menjelaskan pentingnya pengembangan teknologi biochar dari limbah biomassa seperti cangkang sawit yang mampu memperbaiki kualitas tanah dan menyerap karbon. “Biochar adalah solusi berbasis sains yang sederhana tapi berdampak besar. Ia mampu mengikat karbon selama ribuan tahun dan sekaligus meningkatkan kesuburan tanah,” jelasnya. Menurutnya, teknologi ini dapat diterapkan secara komunitas untuk menekan emisi dan memperkuat ekonomi hijau lokal
Pemateri berikutnya, Zepanya Sihombing, S.Hut, dari Green Leadership Indonesia (GLI), membahas peran intelektual muda dalam menghadapi Triple Planetary Crisis: perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi. Ia menekankan pentingnya gerakan berbasis data, edukasi, dan kolaborasi lintas sektor. “Pemuda bukan hanya pewaris bumi, tetapi penentu arah masa depannya,” ujarnya. Ia mencontohkan kiprah GLI dan Green Youth Movement (GYM) sebagai wadah yang menyiapkan generasi muda untuk berpikir kritis, berjejaring, dan beraksi nyata di tengah kompleksitas krisis global
Dari sisi gerakan sosial dan advokasi lingkungan, Ginda Harahap, S.Pd., M.Si., Manager Kajian dan Kampanye WALHI Jambi, menyoroti kondisi provinsi Jambi yang sudah memasuki fase krisis ekologis. Ia memaparkan permasalahan deforestasi masif, pencemaran air, dan hilangnya keanekaragaman hayati akibat ekspansi sawit, tambang, serta proyek infrastruktur besar. “Masalahnya bukan sekadar alam yang rusak, tetapi ketimpangan sosial yang ikut memburuk. Warga yang hidup di sekitar hutan dan pesisir menjadi korban pertama,” tegasnya. Ia mengajak mahasiswa untuk membangun gerakan advokasi berbasis masyarakat dan memperkuat pemetaan partisipatif agar kebijakan lingkungan lebih berpihak pada rakyat
Sementara itu, Arridho Hakim, S.Si., perwakilan Green Leadership Indonesia, menyampaikan pandangan inspiratif tentang pentingnya peran generasi muda di tengah era global boiling. Dengan lebih dari 60 juta pemuda di Indonesia, bonus demografi 2030 menurutnya adalah momentum emas untuk memperkuat gerakan rendah karbon. Ia menegaskan bahwa perubahan besar berawal dari gaya hidup sederhana: menggunakan transportasi publik, mengurangi limbah, dan memilih produk lokal. “Keadilan sosial dan ekologis hanya akan terwujud jika generasi muda mau terlibat,” ujarnya disambut tepuk tangan peserta
Dalam sesi tanya jawab, berbagai isu menarik muncul dari peserta. Yosia Situmeang menanyakan penyebab kebakaran hutan dan lemahnya penegakan hukum; Rina mengangkat dampak kebun sawit terhadap biodiversitas dan karbon tanah; Ifru Hanif membahas deforestasi di Gunung Kerinci dan banjir di daerah aliran sungai; sementara Novaria Pasaribu menyoroti keterkaitan krisis iklim dengan kemiskinan. Para narasumber menegaskan bahwa semua permasalahan tersebut saling berkelindan dan memerlukan pendekatan kolaboratif berbasis ilmu pengetahuan, kebijakan tegas, serta keterlibatan masyarakat
Sesi terakhir diisi dengan Focus Group Discussion (FGD) yang membagi peserta dalam sepuluh kelompok dengan tema berbeda. Kelompok pertama membahas pentingnya pendidikan iklim dan aksi penghijauan masif. Kelompok kedua menyoroti dampak pertambangan dan perlunya pengawasan ketat serta literasi lingkungan bagi warga. Kelompok ketiga membahas ketahanan pangan di tengah cuaca ekstrem, sementara kelompok keempat mengusulkan transportasi ramah lingkungan di kota Jambi. Isu air, hutan, ekonomi sirkular, keadilan sosial, dan inovasi teknologi juga muncul dari kelompok lainnya, dengan gagasan yang kreatif seperti bank air hujan, gerakan adopsi pohon, dan penggunaan drone untuk memantau tambang ilegal
Seluruh peserta kemudian mempresentasikan hasil diskusi dengan antusias. Dari ruang aula yang penuh semangat itu, terlihat jelas bahwa kaum muda Jambi bukan hanya penonton dalam isu iklim, tetapi sudah menjadi aktor perubahan. Mereka tidak hanya bicara, tetapi juga menawarkan solusi konkret yang bisa dilakukan bersama. Kegiatan ditutup dengan ajakan dari panitia agar seluruh peserta membawa pulang semangat perubahan, serta komitmen untuk menjaga bumi melalui aksi kecil sehari-hari.
Roadshow kampus di Universitas Jambi ini menjadi bukti bahwa kesadaran ekologis sedang tumbuh kuat di kalangan generasi muda. Di tengah ancaman krisis iklim, suara mereka menggema: “Bumi kita satu, masa depan kita satu, dan harapan itu hidup di tangan generasi sekarang.”
Berita Lainnya
-
Edukasi Politik dan Keterlibatan Kita dalam Demokrasi Digital Citizenship dan Warna dalam Perbedaan
| 2025-12-13 -
Etika Publik Dan Tanggung Jawab sosial, perilaku sosial dan perubahan sosial
| 2025-12-13 -
System Politik di Indonesia dan Lembaga Politik di Indonesia
| 2025-12-13 -
Sistem Pemilu dan Praktik Pemilihan Umum di Indonesia
| 2025-12-13 -
Mengenal Teori-teori Besar Tentang Cara Melanggengkan Kekuasaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia
| 2025-12-13 -
Sistem Ekonomi Yang Menindas dan Oligarki
| 2025-12-13 -
Histori dan Tumbuh Kembang Partisipasi Politik di Indonesia Dinamika Perkembangan Partisipasi Politik dari Masa ke Masa
| 2025-12-13 -
Kekuatan Lokal dalam Partisipasi dan Representasi Politik
| 2025-12-13 -
Media dalam demokrasi modern menghadapi ancaman hoaks dan disinformasi
| 2025-12-13 -
Keterlibatan Komunitas dan Manajemen Relawan untuk Dampak Positif di Tingkat Lokal
| 2025-12-13