Kaum Muda Bengkulu Menjawab Alarm Krisis Iklim

Ditulis oleh Admin | 2025-10-08

Bengkulu — Aula Gedung Hasan Din di Kampus 4 Universitas Muhammadiyah Bengkulu pada Selasa, 7 Oktober 2025, dipenuhi semangat para mahasiswa yang datang sejak pagi untuk mengikuti kegiatan Roadshow Kampus “Alarm Krisis Iklim dan Dialog Kaum Muda”. Kegiatan yang diinisiasi oleh Institut Hijau Indonesia (IHI) bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UMB dan dukungan dari berbagai organisasi lingkungan ini berlangsung sejak pukul 08.00 hingga 12.00 WIB dan menjadi ruang refleksi penting bagi generasi muda Bengkulu dalam menghadapi tantangan krisis iklim

Acara dimulai dengan registrasi peserta, pembukaan oleh pembawa acara, pembacaan doa, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya serta Mars Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Rangkaian sambutan diawali oleh Surya Ramadhan Herdiono, Ketua DPM UMB, yang mengajak mahasiswa untuk berani berpendapat dan mengambil peran dalam menjaga lingkungan hidup. “Krisis iklim bukan sekadar isu global, tapi realitas yang sudah kita rasakan di daerah ini. Sudah waktunya anak muda Bengkulu turun tangan,” ujarnya.

Sambutan berikutnya disampaikan oleh Zen Smith, S.H., Ketua Institut Hijau Indonesia, yang menekankan pentingnya mengubah gaya hidup dan pola pikir menuju keberlanjutan. Ia menjelaskan bahwa kegiatan roadshow ini merupakan bagian dari gerakan nasional IHI untuk membangun kesadaran lintas kampus dan daerah tentang krisis planet. “Kami percaya, setiap kampus adalah ruang perubahan, dan setiap mahasiswa adalah agen bumi,” ucapnya dengan penuh semangat.

Rektor Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Dr. Susyanto, M.Si., turut memberikan apresiasi dan menegaskan komitmen kampus dalam mendukung kegiatan edukasi lingkungan. Ia menyampaikan bahwa UMB siap menjadi green campus melalui program penghijauan, pengelolaan sampah terpadu, dan penelitian berkelanjutan. “Pendidikan tinggi bukan hanya soal akademik, tapi juga tentang tanggung jawab terhadap masa depan bumi,” ujarnya sebelum secara simbolis menyerahkan plakat kerja sama kepada IHI

Setelah sesi sambutan, para peserta diajak menonton dua film pendek berjudul “Kehidupan Impian di Tahun 2050” dan “Jalan Hijau Indonesia Menjawab Krisis Iklim”. Kedua film tersebut menghadirkan refleksi mendalam tentang masa depan bumi yang terancam oleh perubahan iklim, sembari mengajak penonton untuk bertindak sebelum terlambat. Suasana aula yang semula hening berubah menjadi ruang diskusi penuh semangat ketika peserta berbagi pandangan mereka mengenai pesan dari film tersebut.

Sesi materi kemudian menghadirkan lima narasumber dari berbagai latar belakang yang memperkaya perspektif diskusi. Ir. Usman, M.Si., dosen Fakultas Pertanian UMB, membuka sesi dengan pembahasan peran akademisi dalam mitigasi krisis iklim. Ia menyoroti dampak serius aktivitas tambang terhadap degradasi lingkungan di Bengkulu, termasuk pencemaran air akibat bahan kimia yang kini mengancam keamanan pangan dan kesehatan masyarakat. “Perubahan iklim bukan hanya soal cuaca ekstrem, tapi juga tentang terganggunya keseimbangan ekosistem yang kita andalkan untuk hidup,” tegasnya

Pembicara kedua, Dwi Nugroho dari The Asia Foundation, membawakan materi tentang Ecological Fiscal Transfer (EFT) yakni skema anggaran hijau berbasis kinerja daerah. Ia menjelaskan bahwa 48 pemerintah daerah di Indonesia telah menerapkan EFT sebagai bentuk insentif bagi daerah yang menjaga kelestarian lingkungan. Dwi juga menekankan pentingnya peran anak muda dalam mendorong transparansi anggaran dan memperjuangkan keadilan ekologis. “Setiap rupiah yang dikelola pemerintah seharusnya mendukung keberlanjutan, bukan malah memperburuk kondisi alam,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa kesetaraan gender juga harus dijamin agar perempuan memiliki peran setara dalam kebijakan lingkungan

Selanjutnya, Dita Anis Zafani dari Institut Agama Islam YPBWI Surabaya membahas Peran Intelektual Muda dalam Mitigasi Triple Planetary Crisis. Ia mengajak mahasiswa untuk menjadi generasi berpikir kritis, berbicara berdasarkan data, dan menggunakan kreativitas untuk menyuarakan perubahan. “Kampanye lingkungan tak harus selalu serius. Puisi, musik, dan film pendek bisa jadi cara menyentuh hati publik,” tuturnya, mendorong peserta untuk menggabungkan ekspresi seni dengan aktivisme lingkungan

Paparan keempat disampaikan oleh Dodi Faisal, Direktur Eksekutif WALHI Bengkulu, yang mengulas Krisis Kebijakan yang Menciptakan Krisis Iklim. Ia memaparkan data bahwa antara tahun 2000 hingga 2022, Bengkulu kehilangan sekitar 12.882 hektare kawasan hutan akibat ekspansi tambang dan perkebunan. Ia menegaskan bahwa Bengkulu memiliki posisi vital dalam sirkulasi awan dunia sehingga kerusakan hutan di wilayah ini berdampak global. “Jika tak ada tindakan nyata, 184 desa pesisir di Bengkulu terancam tenggelam pada 2050,” ungkapnya dengan nada tegas

Narasumber terakhir, Hernandes, alumni Green Leadership Indonesia (GLI) Batch 1 Bengkulu, menyampaikan materi bertajuk Gerakan Pemuda dan Menjemput Bonus Demografi. Ia menyoroti fakta bahwa hanya 32 persen hutan Bengkulu yang masih tersisa dan sebagian besar masyarakat terdampak perubahan iklim berasal dari kelompok perempuan serta komunitas rentan. Ia menutup sesinya dengan ajakan sederhana namun kuat: “Mulailah dari hal kecil seperti kurangi sampah, tanam pohon, dan jadikan gaya hidup hijau sebagai kebiasaan.”

rc bengkulu

Sesi tanya jawab menjadi bagian paling interaktif dalam acara ini. Pertanyaan yang muncul dari peserta mencerminkan rasa ingin tahu sekaligus kepedulian mereka terhadap isu lingkungan. Salah satu peserta bertanya bagaimana cara paling sederhana untuk memulai gerakan lingkungan, dan para narasumber sepakat bahwa perubahan harus dimulai dari hal kecil seperti mengurangi plastik sekali pakai, memperbaiki pola konsumsi, serta membangun kolaborasi lintas pihak. Pertanyaan lain menyinggung soal ekspor nikel dan dampak aktivitas tambang terhadap lingkungan. Dodi Faisal menegaskan bahwa eksploitasi sumber daya alam tanpa pengawasan ketat akan menimbulkan kerugian ekonomi jangka panjang dan memperburuk kondisi ekosistem

Kegiatan ditutup dengan seruan bersama untuk menjaga bumi. Para peserta diajak untuk menandatangani komitmen simbolis “Gerakan Pemuda Bengkulu untuk Bumi”, yang mencakup tiga poin utama: mengurangi sampah plastik, menanam minimal satu pohon setiap tahun, dan mengampanyekan gaya hidup hijau di lingkungan kampus. Di akhir acara, suasana aula dipenuhi semangat optimisme dan rasa kebersamaan ketika seluruh peserta berseru, “Dari Bengkulu untuk Bumi!”

Kegiatan Roadshow Kampus Alarm Krisis Iklim dan Dialog Kaum Muda di Universitas Muhammadiyah Bengkulu menjadi bukti bahwa kesadaran ekologis tidak hanya tumbuh di ruang akademik, tetapi juga di hati generasi muda yang ingin menata masa depan lebih hijau. Dari ruang-ruang diskusi seperti ini, muncul harapan bahwa kaum muda Bengkulu akan menjadi garda depan dalam menjaga alam dan memperjuangkan keadilan sosial serta ekologis di tengah krisis iklim yang semakin nyata.