Forestry Hub Ajak Mahasiswa IPB Bahas Masa Depan Hutan Indonesia dan Keadilan Agraria : Pemuda Didukung Jadi Agen Perubahan dalam Pengelolaan Hutan yang Adil dan Berkelanjutan

Ditulis oleh Admin | 2025-09-23

Bogor, 21 September 2025. Gerakan pemuda untuk kehutanan yang berkeadilan kembali digaungkan melalui kegiatan “Forestry Hub Goes to Campus” yang digelar di Agribusiness Technology Park (ATP) IPB University. Dengan mengusung tema “Forestry in the Feed: Kaum Muda, Konflik Agraria, dan Masa Depan Hutan Indonesia”, kegiatan ini menghadirkan para akademisi, aktivis, dan mahasiswa lintas universitas untuk membahas tantangan krisis lingkungan dan ketimpangan agraria di sektor kehutanan.

Kegiatan dibuka oleh Selamet Daroyni, Direktur Eksekutif Institut Hijau Indonesia (IHI), yang menekankan pentingnya peran pemuda sebagai agent of change dalam membangun masa depan hutan Indonesia. “Pemuda harus menjadi kekuatan moral dan intelektual dalam memperjuangkan keadilan sosial dan ekologis. Dunia sedang menghadapi tiga krisis besar yaitu perubahan iklim, rusaknya keanekaragaman hayati, dan polusi, semua itu bermuara pada cara kita mengelola hutan,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa Forestry Hub diinisiasi sebagai ruang dialog terbuka bagi anak muda untuk menyuarakan solusi atas berbagai isu lingkungan dan agraria.

Pemateri pertama, Hazzell Kayrhu Akyella dari PCSI IPB University, memaparkan materi bertajuk “Hutan yang Tidak Berkerakyatan.” Ia menyoroti ketimpangan pengelolaan hutan yang selama ini belum berpihak pada masyarakat sekitar hutan. Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) 2024, tercatat 295 kasus konflik agraria di seluruh Indonesia, dengan 1,1 juta hektare lahan terdampak dan 67.436 keluarga yang kehilangan akses terhadap tanah di 349 desa di 34 provinsi.

Menurutnya, akar persoalan terletak pada tumpang tindih izin, lemahnya legalitas masyarakat adat, dan ekspansi korporasi yang seringkali mengabaikan hak-hak rakyat. “Reformasi agraria harus menempatkan rakyat sebagai subjek utama. Kita tidak bisa terus membiarkan pengelolaan hutan hanya menguntungkan segelintir pihak,” tegas Hazzell. Ia menekankan perlunya transparansi, perlindungan HAM, dan penegakan hukum yang berpihak pada masyarakat.

Pemateri kedua, Dr. (cand.) Febriangga Harmawan, S.Hut., M.I.Kom., mengangkat topik “Peran Praktisi dan Akademisi Kehutanan untuk Perlindungan Hutan di Era Digital.” Menurutnya, pendekatan teknis dalam pengelolaan hutan kini perlu dilengkapi dengan strategi komunikasi yang efektif dan berbasis empati terhadap masyarakat lokal.

“Melindungi hutan tidak cukup dengan data dan teknologi, tapi juga dengan memahami budaya dan bahasa masyarakat di sekitar hutan,” jelasnya. Ia memperkenalkan sejumlah inovasi digital seperti aplikasi SMART RBM, penggunaan drone, dan pemetaan citra satelit untuk meningkatkan transparansi serta akuntabilitas dalam penyelesaian konflik kehutanan.

Dr. Febriangga juga menekankan pentingnya membangun hubungan sosial yang setara antara pengelola hutan dan masyarakat. “Teknologi harus mendukung partisipasi, bukan menggantikannya. Pendekatan partisipatif yang berpadu dengan inovasi digital adalah kunci menuju kehutanan yang inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Sesi diskusi interaktif yang diikuti mahasiswa dari berbagai universitas memperkaya dinamika forum. Beberapa peserta menyoroti pentingnya peran pemuda dalam menjaga agar isu keadilan ekologis tidak tenggelam di tengah arus informasi digital.

Menjawab pertanyaan peserta, para pemateri menekankan langkah-langkah konkret seperti penyusunan policy brief, kampanye digital di media sosial, serta kolaborasi dengan pemangku kebijakan sebagai strategi advokasi efektif. “Pemuda tidak boleh berhenti di ruang diskusi. Mereka harus menulis, bersuara, dan membangun jejaring lintas sektor,” tegas Hazzell.

Kegiatan Forestry Hub Goes to Campus ini diharapkan menjadi titik awal kolaborasi antara mahasiswa, akademisi, dan komunitas lingkungan dalam mendorong tata kelola hutan yang berkeadilan. Melalui ruang-ruang dialog seperti ini, generasi muda dapat memperkuat perannya sebagai penjaga masa depan hutan Indonesia.