Ekososlab Riau Latih Masyarakat Desa Benteng Hilir Olah Limbah Sarang Lebah Jadi Lilin Aromaterapi Bernilai Ekonomi : Inovasi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu untuk Pemberdayaan Masyarakat Lokal di Kabupaten Siak

Ditulis oleh Admin | 2025-08-14

Siak, 15 Agustus 2025. Upaya pemberdayaan masyarakat dan pemuda desa kembali digalakkan oleh Laboratorium Keadilan Sosial dan Ekologis (Ekososlab) melalui kegiatan Pelatihan Pembuatan Lilin Aroma Terapi Berbasis Limbah Sarang Lebah dan Minyak Atsiri di Desa Benteng Hilir, Kabupaten Siak, Riau. Kegiatan yang berlangsung pada 14–15 Agustus 2025 ini menjadi salah satu langkah nyata dalam mengembangkan potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan mendorong ekonomi kreatif berbasis lingkungan.

Pelatihan ini diikuti oleh 30 peserta dari dua kelompok tani hutan, yaitu KTH Taruna Jaya dan KTH Bina Sejahtera, yang terdiri dari 18 laki-laki dan 12 perempuan. Para peserta merupakan peternak lebah madu dan pengelola minyak atsiri yang sebelumnya menghadapi kendala dalam memanfaatkan limbah sarang lebah (beeswax) yang selama ini terbuang percuma.

Inisiatif kegiatan ini bermula dari diskusi antara tim Ekososlab Riau dan masyarakat setempat pada survei lapangan bulan Juli lalu. Hasil diskusi menunjukkan bahwa limbah sarang lebah dan minyak serai wangi berpotensi besar diolah menjadi produk bernilai tinggi seperti lilin aromaterapi alami. Gagasan tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk pelatihan dua hari yang difokuskan pada praktik langsung, pendampingan teknis, dan diskusi inovasi produk.

Acara pelatihan dibuka oleh Kepala Dusun I Benteng Hilir yang menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap kegiatan ini. Dalam sambutannya, beliau menyebut kegiatan ini sebagai langkah penting menuju kemandirian masyarakat desa melalui pemanfaatan sumber daya lokal yang ramah lingkungan. “Kami sangat mendukung inisiatif ini karena dapat mengubah limbah menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi,” ujarnya.

Tim Ekososlab Riau menjelaskan bahwa lilin aromaterapi berbasis beeswax merupakan produk alami, bebas bahan kimia, dan dapat dibuat dengan bahan sederhana seperti pewarna makanan dan minyak atsiri lokal. Dalam sesi praktik, peserta belajar langkah demi langkah proses pembuatan lilin — mulai dari pembersihan beeswax, peleburan, pencampuran pewarna dan minyak atsiri, hingga pencetakan akhir. Seluruh bahan diperoleh langsung dari lingkungan sekitar sehingga memperkuat prinsip ekonomi sirkular berbasis lokal.

Pelatihan berlangsung dengan suasana interaktif. Para peserta antusias bertanya mengenai komposisi ideal antara beeswax dan minyak atsiri, variasi aroma yang dihasilkan, hingga potensi pemasaran produk. Salah satu peserta menyampaikan bahwa kegiatan ini membuka peluang baru bagi masyarakat. “Selama ini limbah sarang lebah tidak terpakai, padahal ternyata bisa diolah menjadi lilin aromaterapi yang menarik dan bermanfaat,” ujarnya.

Selain meningkatkan keterampilan, kegiatan ini juga menjadi pintu masuk untuk mengembangkan usaha mikro berbasis HHBK di tingkat desa. Ekososlab berharap masyarakat dapat mengembangkan produksi lilin aromaterapi sebagai produk unggulan desa yang berdaya saing di pasar lokal maupun nasional.

“Kami ingin mendorong agar potensi hasil hutan bukan kayu tidak berhenti di panen, tetapi naik kelas menjadi produk kreatif yang ramah lingkungan dan memberi nilai tambah bagi masyarakat,” ujar perwakilan Ekososlab Riau.

Dengan pelatihan ini, Ekososlab Riau menegaskan komitmennya untuk memperkuat peran pemuda dan perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, sekaligus memperkenalkan konsep “dari limbah menjadi berkah” sebagai bentuk nyata ekonomi hijau berbasis komunitas